Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Ignasius Jonan dalam keterangan persnya di Gedung Kementerian ESDM
Jakarta, Senin siang (5/6) menyampaikan, rata-rata harga minyak mentah
Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) rata-rata bulan Mei 2017 mencapai USD 47,09 per barel, atau turun sebesar USD
2,47 per barel dari bulan sebelumnya yang mencapai USD 49,56 per barel.
Menteri Jonan menjelaskan rata-rata harga ICP bulan Januari-Mei 2017 sebesar
USD 49,90 per barel. Harga ICP 3 bulan terakhir menunjukkan angka di bawah USD
50 per barel, walaupun sempat berada di atas USD 50 per barel pada dua bulan
pertama 2017, yaitu Januari sebesar USD 51,88 per barel dan Februari sebesar
USD 52,50 per barel.
Menanggapi ICP yang berada di bawah USD 50 per barel ini, Menteri Jonan
mengungkapkan, walaupun secara nasional berdampak baik karena nilai impor
menjadi lebih kecil, namun di sisi lain juga memberikan dampak pada turunnya
minat terhadap investasi migas.
"Dampaknya kalau sampai harga minyak mentah itu dibawah 50 (USD per barel)
terus, minat untuk investasi atau eksplorasi baru di migas itu juga tidak bisa
naik. Apapun, gross split maupun nggak gross split, pada akhirnya toh harga
jual (migas) itu produknya yang menentukan," terang Menteri Jonan.
Kalau melihat tren harga migas saat ini, lanjut Menteri Jonan, terutama harga
minyak dipengaruhi oleh dua hal, yaitu supai dan permintaan.
"Negara-negara dengan konsumsi yang besar seperti Amerika, Uni Eropa,
Jepang, dan China, kalau pertumbuhan ekonominya tidak membaik tentunya
permintaan minyaknya akan flat atau akan turun," ujar Menteri.
Ketidakpastian politik internasional juga membawa pengaruh besar pada
volatilitas harga minyak dunia. "Yang sulit diprediksi adalah tentang
politik di internasional. Seperti hari ini kita lihat, Bahrain, Saudi, UEA, dan
Mesir memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Nah nanti apa dampaknya ini?
Kita tidak tahu (harga minyak) bakal naik atau bakal turun, dan sebagainya yang
kita tidak tahu," terang Menteri Jonan.
Untuk menstabilkan harga BBM menjelang dan selama Idul Fitri, maka telah
ditetapkan tidak ada kenaikan harga sampai dengan akhir Juni 2017.
"(Pemerintah) sudah sepakat sampai Juni tidak akan ada perubahan,"
ujar Menteri Jonan.
Menurut Jonan, dengan perkembangan harga ICP saat ini, maka ke depan harga BBM
dan LPG masih belum bisa dipastikan karena perekembangan harga minyak dunia
juga tidak bisa dipastikan.
"Kalau turun saya kira tidak, karena dulunya harga ini dikira-kira di
sekitar harga minyak 40 - 45 (dolar/barel). Ini nanti tergantung putusan sidang
kabinet dan sebagainya," pungkas Menteri Jonan.
Laporan Tim Harga Minyak Indonesia dibawah koordinasi Kementerian ESDM
menyampaikan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan turunnya
harga minyak dunia saat ini antara lain:
1. Berdasarkan publikasi International Energy Agency (IEA) Mei 2017, terdapat
peningkatan produksi minyak dunia oleh negara-negara OPEC dan Amerika Serikat
masing-masing sebesar 65 ribu barel per hari dan 195 ribu barel per hari pada
bulan April.
2. Publikasi tersebut juga menyatakan bahwa stok minyak mentah komersial di
negara-negara maju (The Organisation for Economic Co-operation and
Development/OECD) mencapai rekor tertinggi sebesar 1,235 juta barel yang
disebabkan oleh tingginya impor, menurunnya permintaan kilang dan meningkatnya
produksi minyak mentah di Amerika Serikat;
3. Indikasi peningkatan produksi Amerika Serikat juga terlihat dari peningkatan
jumlah rig di Amerika Serikat pada bulan April 2017 sebanyak 64 rig
dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 853 rig. (OPEC Monthly Oil Market Report,
Mei 2017).
4. Terdapatnya sentimen negatif pada pasar minyak dunia setelah adanya rencana
Presiden Trump untuk melakukan penjualan Strategic Petroleum Reserve milik
Amerika Serikat selama 10 tahun terhitung mulai tahun 2018;
5. Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah juga dipengaruhi
karena menurunnya utilisasi kilang di Jepang sebesar 1,6% menjadi 3,14 juta
barel per hari dibandingkan bulan sebelumnya, meningkatnya suplai minyak mentah
di Asia Pasifik pada kuartal-II tahun 2017 sebesar 0,07 juta barel per hari
dibandingkan kuartal-I 2017 menjadi 0,43 juta barel per hari, dan turunnya
permintaan minyak mentah di Jepang sebesar 3,8% secara year-on-year.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama,
Sujatmiko