Permen ESDM Tentang Pemeriksaan Keselamatan Instalasi dan Peralatan Pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi

Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan tanggal 23 Mei 2017 telah menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomer 38 Tahun 2017 tentang Pemeriksaan Keselamatan Instalasi dan Peralatan Pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.

Dalam pertimbangannya dinyatakan bahwa migas memiliki peranan penting bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan energi nasional sehingga perlu untuk menjamin keamanan dan keselamatan operasi guna mewujudkan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang efektif, efisien, handal dan aman.

Selanjutnya, untuk menjamin keselamatan, keamanan dan kehandalan operasi migas, perlu dilaksanakan pemeriksaan keselamatan terhadap setiap instalasi dan peralatan pada kegiatan usaha migas. Berdasarkan dua pertimbangan tersebut, Menteri ESDM menetapkan Peraturan Menteri Nomer 38 Tahun 2017 Pemeriksaan Keselamatan Instalasi dan Peralatan Pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.

Ruang lingkup dalam Permen ini meliputi Penelaahan Desain, Inspeksi dan Pemeriksaan Keselamatan, Analisis Risiko, Perpanjangan Sisa Umur Layan dan Sanksi.

Pasal 3 aturan ini menyatakan, Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha wajib menjamin desain Instalasi dan peralatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, standar dan kaidah keteknikan yang baik. Kontraktor atau Pemegang Izin Usaha wajib menjamin pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pengujian, pemeriksaan, dan pelaksanaan tera terhadap Instalasi dan peralatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, standar dan kaidah keteknikan yang baik.

Untuk penjaminan terhadap desain Instalasi, setiap instalasi yang digunakan dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi wajib dilakukan Penelaahan Desain. Berdasarkan Penelaahan Desain terhadap Instalasi tersebut, Dirjen Migas menerbitkan Persetujuan Desain.

Selanjutnya Pasal 5 menyatakan, untuk penjaminan terhadap pembuatan desain, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pengujian, pemeriksaan, dan pelaksanaan tera terhadap instalasi dan peralatan, setiap Instalasi dan/atau peralatan yang digunakan dalam kegiatan usaha migas wajib dilakukan Inspeksi dan Pemeriksaan Keselamatan. Dari hasil inspeksi dan pemeriksaan keselamatan terhadap peralatan maka Kepala Inspeksi akan memberikan persetujuan penggunaan dan akan diterbitkan persetujuan layak operasi oleh Dirjen Migas.

Penelaahan Desain

Pasal 7 ayat 1 menyebutkan, penelaahan desain dilakukan paling sedikit terhadap:

  1. Pemenuhan regulasi dan persyaratan keselamatan dalam kegiatan usaha hulu migas.
  2. Penggunaan standar
  3. Penerapan kaidah keteknikan yang baik
  4. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi, kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri.

Dalam ayat 2 Penelaahan desain tersebut dilakukan sebelum:

  1. Instalasi dibangun
  2. Dilakukan penambahan atau perubahan terhadap instalasi

Tertuang dalam pasal 8 ayat 1 bahwa Kepala Teknik mengajukan permohonan penelaahan desain kepada Direktur Jenderal Migas sebelum dilakukan pembangunan, penambahan dan perubahan instalasi.

Permohonan penelaahan desain tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang paling sedikit meliputi:

  1. Front End Engineering Design (FEED)
  2. Sistem proses
  3. Manajemen resiko
  4. Rencana tingkat komponen dalam negeri

Selain melengkapi dokumen tersebut, untuk kegiatan usaha hilir migas wajib dilengkapi dengan izin usaha sementara atau izin usaha. Sedangkan instalasi pengolahan, selain melengkapi dokumen, wajib dilengkapi hasil peneliaian desain terkait fasilitas dan sistem keselamatan yang dilakukan oleh Lembaga Enjiniring.

“Direktur Jenderal menyampaikan hasil penelaahan desain kepada kepala teknik paling lambat 30 hari kerja setelah dokumen permohonan penelaahan desain diterima dan lengkap,” demikian bunyi pasal 8 ayat 5.

Di dalam pasal 9 ayat 1 tertulis, penelaahan desain dilaksanakan oleh Kepala Inspeksi dan atau Lembaga Enjiniring yang diusulkan oleh Kepala Teknik. Selanjutnya, Lembaga Enjiniring dilarang memiliki keterkaitan dengan Lembaga Enjiniring yang menyusun dokumen desain.

Pasal 9 ayat 3 disebutkan Lembaga Enjiniring paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Tenaga ahli yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang sesuai
  2. Dalam hal Lembaga Enjiniring adalah perusahaan enjiniring wajib berbadan hukum Indonesia dan terdaftar pada Direktorat Jenderal Migas bidang enjiniring
  3. Dalam hal lembaga enjiniring adalah insitusi akademis wajib berbadan hukum Indonesia dan memiliki akreditasi A

Pasal 10 menyatakan kontraktor dan pemegang izin usaha wajib mendapatkan persetujuan desain sebelum pembangunan, penambahan dan perubahan instalasi.

Inspeksi dan Pemeriksaan Keselamatan

Pemeriksaan keselamatan dilakukan pada saat:

  1. Instalasi dan atau peralatan akan dipasang atau dibangun
  2. Instalasi dan atau peralatan sedang dipasang atau dibangun
  3. Instalasi dan atau peralatan telah dipasang atau dibangun
  4. Instalasi dan atau peralatan telah beroperasi
  5. Sewaktu-waktu apabila dianggap perlu

Pemeriksaan keselamatan terhadap instalasi dan atau peralatan yang telah beroperasi dapat dilakukan berkala berdasarkan jangka waktu tertentu dan hasil analisis resiko. Pemeriksaan keselamatan untuk instalasi dan atau peralatan yang akan dipasang atau dibangun selanjutnya dilakukan di tempat pembuatan dan di lokasi pemasangan atau pembangunan.

Pasal 12 menyatakan, inspeksi terhadap instalasi dan peralatan akan dilakukan oleh Kepala Teknik dan dapat dibantu oeh perusahaan inspeksi. Pemeriksaan keselamatan untuk instalasi dan peralatan maka akan dilaksanakan oleh Kepala Inspeksi dan atau Inspektur Migas atau pejabat yang ditugaskan oleh Kepala Inspeksi.

Terkait lingkup dan tanggung jawab dalam pelaksanaan inspeksi dan pemeriksaan keselamatan dituangkan dalam bentuk rencana inspeksi dan pemeriksaan keselamatan. Maka Kepala Teknik yang bertanggung jawab membuat rencana inspeksi dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait.

Selanjutnya di dalam pasal 13 ayat 1 disebutkan, pelaksanaan inspeksi oleh Kepala Teknik dapat dilakukan apabila paling sedikit telah memiliki:

  1. Sistem manajemen keselamatan yang telah diterapkan dan diaudit
  2. Organisasi inspeksi yang berada langsung di bawah pimpinan tertinggi kontraktor atau memegang izin usaha
  3. Tenaga ahli yang memiliki kompetensi dan kualifikasi
  4. Prosedur inspeksi secara rinci sesuai dengan jenis instalasi dan atau peralatan
  5. Peralatan inspeksi yang dibutuhkan

“Dalam hal Kepala Teknik tidak dapat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Kepala Teknik dalam melaksanakan inspeksi harus dibantu oleh perusahaan inspeksi,” jelas pasal 13 ayat 22

Selanjutnya Direktur Jenderal Migas dapat menetapkan persyaratan lebih lanjut terhadap pelaksana inspeksi oleh Kepala Teknik.

Dalam Pasal 14 ayat 1 dinyatakan, perusahaan harus mendapatkan surat pengesahan sebagai perusahaan inspeksi sesuai dengan bidang inspeksi dan klasifikasi peringkat perusahaan inspeksi dari Direktur Jenderal Migas.

Maka untuk pemberian surat pengesahan dan klasifikasi peringkat perusahaan inspeksi, Direktur Jenderal Migas menetapkan persyaratan dan klasifikasi peringkat perusahaan inspeksi yang surat pengesahan dapat dikeluarkan setelah perusahaan inspeksi memenuhi persyaratan.

Dalam hal akan dilaksanakan pemeriksaan keselamatan Kepala Teknik wajib terlebih dahulu menyampaikan rencana inspeksi secara tertulis kepada Kepala Inspeksi dengan melampirkan:

  1. Persetujuan desain
  2. Daftar peralatan dan atau instalasi
  3. Lokasi instalasi dan atau lokasi pembuatan peralatan
  4. Jadwal inspeksi
  5. Daftar tenaga ahli pelaksana inspeksi
  6. Daftar prosedur dan peralatan inspeksi
  7. Perusahaan inspeksi

Berdasarkan rencana tersebut, pasal 15 ayat 2 dikatakan, Kepala Inspeksi menetapkan rencana inspeksi dan pemeriksaan keselamatan dalam bentuk Inspection And The Plan (ITP) yang disampaikan paling lambat 15 hari kerja setelah dokumen diterima dan lengkap Kepala Teknik.

Kepala Teknik mengajukan permohonan pelaksanaan pemeriksaan keselamatan secara tertulis sesuai dengan Inspection And The Plan (ITP) Kepala Inspeksi dalam jangka waktu paling lama 15 hari kerja sebelum dilaksanakan inspeksi dan pemeriksaan keselamatan.

Berdasarkan pelaksanaan inspeksi, Kepala Teknis mengeluarkan keterangan hasil inspeksi dan dalam pelaksanaan hasil inspeksi dibantu oleh perusahaan inspeksi maka Kepala Teknik mengeluarkan keterangan hasil inspeksi berdasarkan sertifikat inspeksi dari perusahaan inspeksi.

Lebih lanjut, pasal 17 ayat 1 disebutkan, persetujuan penggunaan dan persetujuan layak operasi yang dilakukan pemeriksaan keselamatan secara berkala berdasarkan jangka waktu tertentu dan berlaku paling lama 4 tahun atau kurang dari jangka waku tersebut apabila instalasi dan atau peralatan mengalami perubahan atau diragukan kemampuannya.

“Instalasi dan atau peralatan yang memiliki sisa umur layanan (remaining life) kurang dari 4 tahun, masa berlaku persetujuan penggunaan dan persetujuan layak operasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah ½ (satu per dua) dari sisa umur layan (remaining life),” demikian yang tertuang pasal 17 ayat 2.

Persetujuan penggunaan yang tertuang di dalam pasal 17 ayat 3 dikatakan bahwa yang dilakukan pemeriksaan keselamatan berdasarkan hasil analisis risiko memiliki masa berlaku berdasarkan hasil analisis risiko selama sisa umur layanan (remaining life) masih terpenuhi.

Pasal 18 ayat 1 mengatur lingkup inspeksi dan pemeriksaan keselamatan terhadap instalasi dan oeralatan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar yang tersebut ditetapkan oleh Menteri ESDM.

Analisis Risiko

Pasal 19 ayat 1 menjelaskan, kontraktor atau pemegang izin usaha melaksanakan analisis risiko sebagai dasar pemeriksaan keselamatan. Yang selanjutnya dijelaskan di ayat dua bahwa hasil analisis risiko tersebut wajib mendapat persetujuan Kepala Inspeksi.

“Kontraktor atau pemegang izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dibantu lembaga enjiniring untuk membuat analisis risiko terhadap instalasi dan atau peralatan,” jelas bunyi pasal 19 ayat 3.

Dalam pasal 20 ayat 1 tertulis, Kepala Teknis mengajukan permohonan persetujuan hasil analisis risiko ialah Kepala Inspeksi. Kemudian permohonan persetujuan hasil analisis risiko tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang paling sedikit memuat:

  1. Daftar instalasi dan atau peralatan
  2. Manajemen risiko
  3. Metode dan teknik yang dipergunakan
  4. Pelaksana analisis risiko
  5. Kualifikasi/kompetensi penyusunan analisis risiko
  6. Rekomendasi interval dan metode inspeksi

Kepala Inspeksi memberikan hasil evaluasi terhadap permohonan persetujuan hasil analisis risiko, disebutkan di pasal 20 ayat 3 paling lambat 30 hari kerja setellah dokumen diterima dan lengkap.

“Interval dan metode inspeksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat 2 huruf f menjadi acuan dalam pelaksanaan pemeriksaan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat 2 huruf b,” demikian bunyi pasal 21. Dan selanjutnya, pasal 22 menyatakan Kepala Teknik bertanggung jawab untuk memastikan pelaksanaan hasil analisis risiko.

Kepala Inspeksi, disebut dalam pasal 23 ayat 1, dapat melaksanakan pemeriksaan atas pelaksanaan analisis risiko dan tindak lanjut hasil analisis risiko. Kepala Inspeksi dapat mengalihkan menjadi pemeriksaan keselamatan secara berkala berdasarkan jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat 2 huruf a apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditemukan ketidaksesuaian atas pelaksanaan hasil analisis risiko.

Lingkup pelaksanaan analisis risiko tersebut mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Migas.

Perpanjangan Sisa Umur Layan

Dalam Pasal 25 ayat 1 dijelaskan, instalasi dan atau peralatan yang telah melewati batas umur layan desain dapat tetap digunakan setelah dilakukan penilaian sisa umur layan (residual life assessment/RLA) dan dinyatakan dapat diperpanjang umur layannya. Perpanjangan umur layanan tersebut sesuai dengan hasil analisis dengan mengutamakan faktor keselamatan.

“Instalasi dan atau peralatan yang telah dilakukan perpanjangan umur layan harus dilakukan inspeksi dan pemeriksaan keselamatan,” demikian tertuang dalam pasal 25 ayat 3.

Penilaian sisa umur layan yang diatur di pasal 26 ayat 1 dilaksanakan oleh Kepala Teknik. Sementara itu, dalam melaksanakan penilaian sisa umur layan, Kepala Teknik dapat dibantu Lembaga Enjiniring.

Penilaian perpanjangan umur layan mengacu pada standar dan atau paling sedikit meliputi:

  1. penelaahan dokumen teknis Instalasi dan/atau peralatan;
  2. penentuan mekanisme kerusakan;
  3. penentuan lingkup Inspeksi terhadap mekanisme kerusakan;
  4. pemeriksaan bagian Instalasi dan/atau peralatan;
  5. pemeriksaan uji tidak merusak sesuai lingkup Inspeksi;
  6. pemeriksaan uji merusak (apabila diperlukan);
  7. fitness for services (FFS);
  8. penilaian risiko terhadap Instalasi dan/atau peralatan;
  9. penentuan sisa umur layan; dan
  10. penentuan metode dan interval inspeksi selama perpanjangan umur layan.

“Instalasi dan atau peralatan yang tidak memiliki dokumen teknis dan tidak diketahui umur layan desain hanya dapat diberikan perpanjangan umur layan apabila telah dilakukan desain ulang (re-enjiniring) dan penilaian sisa umur layan,” jelas pasal 27.

Untuk lingkup penilaian perpanjangan umur layan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar yang kemudian pedoman pelaksanaan penilaian perpanjangan layan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Migas.

Sanksi

Kontraktor dan pemegang izin usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi berupa:

  1. teguran tertulis
  2. penghentian sementara kegiatan
  3. pembatalan persetujuan penggunaan dan atau persetujuan layak operasi.

Teguran tertulis yang dimaksud di atas diberikan oleh kepala inspeksi, yang dalam hal teguran tertulis dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama satu bulan, Direktur Jenderal Migas dapat melakukan penghentian penggunaan Instalasi dan peralatan untuk sementara.

Setelah penghentian sementara kegiatan, kontraktor dan pemegang izin usaha tidak melakukan upaya untuk meniadakan pelanggaran dalam jangka waktu paling lama satu bulan, Direktur Jenderal Migas dapat melakukan pembatalan persetujuan penggunaan dan atau persetujuan layak operasi.

“Kontraktor dan pemegang izin usaha yang melakukan pembangunan, penambahan dan atau perubahan instalasi sebelum mendapatkan persetujuan desain, maka Direktur Jenderal memberikan teguran tertulis dan atau menghentikan kegiatan dimaksud,” Jelas bunyi pasal 30.

Ketentuan Lain-Lain

Di dalam pasal 31 tertulis biaya yang ditimbulkan dalam pelaksanaan penelaahan desain, inspeksi dan atau pemeriksaan keselamatan, analisis risiko dan penilaian sisa umur layan, merupakan tanggung jawab kontraktor atau pemegang izin usaha.

Persetujuan layak operasi dan persetujuan penggunaan, di dalam pasal 32 menyebutkan bahwa dapat diberikan kepada perusahaan usaha penunjang pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang memiliki dan mengoperasikan instalasi dan atau peralatan

Untuk mendapatkan persetujuan layak operasi dan atau persetujuan penggunaan, perusahaan usaha penunjang wajib mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri sehingga pemberian persetujuan layak operasi dan atau persetujuan penggunaan kepada perusahaan usaha penunjang tidak menghilangkan tanggung jawab kontraktor atau pemegang izin usaha.

Ketentuan Peralihan

Di dalam Pasal 33 ayat 1 berisi tentang instalasi yang telah beroperasi dan telah memiliki sertifikat kelayakan penggunaan instalasi sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan persetujuan desain tidak disyaratkan dalam penerbitan persetujuan layak operasi.

“Sertifikat Kelayakan Penggunaan Instalasi, Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan, Izin Penggunaan, Persetujuan Penggunaan, dan/atau Sertifikat Kelayakan Konstruksi Anjungan Lepas Pantai {Platform) yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir,” begitu bunyi pasal 33 ayat 2.

Selanjutnya, dalam pasal 33 ayat 3 dijelaskan permohonan sertifikat kelayakan penggunaan instalasi, sertifikat kelayakan penggunaan peralatan, izin penggunaan, persetujuan penggunaan dan atau sertifikat kelayakan konstruksi ajungan lepas pantai (platform) yang telah diajukan sebelum berlakunya peraturan menteri ini dan telah atau sedang dilaksanakan pemeriksaan keselamatan tetap dapat dilanjutkan prosesnya.

Dalam permohonan sertifikat kelayakan penggunaan instalasi, sertifikat kelayakan penggunaan peralatan, izin penggunaan, persetujuan penggunaan dan atau sertifikat kelayakan konstruksi anjungan lepas pantai (platform) yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum dilaksanakan pemeriksaan keselamatan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Pada saat Peraturan Menteri nomor 38 Tahun 2017 mulai berlaku, maka :

1. Peraturan Menteri Pertambangan Nomor 05/P/PERTAMB/1977 tentang Kewajiban Memiliki Sertifikat Kelayakan Konstruksi Untuk Platform Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai;

2. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 06 P/0746/M.PE/1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Teknik yang Dipergunakan dalam Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi, sepanjang mengatur mengenai Pemeriksaan Keselamatan atas Instalasi dan peralatan yang dipergunakan dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas bumi; dan

3. Penetapan mengenai Pelaksanaan Tera dan Tera Ulang Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya yang dipergunakan dalam operasi pertambangan Minyak dan Gas Bumi yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (DK)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.