Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split

Jakarta, Dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas berdasarkan kontrak bagi hasil yang berorientasi pada peningkatan efisiensi  dan efektivitas pola bagi hasil produksi migas, perlu mengatur bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok kontrak bagi hasil tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi. Berdasakan pertimbangan tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan tanggal 13 Januari 2017 menetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Kontrak bagi hasil gross split adalah suatu kontrak bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu migas berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

Pasal 2 aturan ini menyatakan, Menteri ESDM menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok kontrak bagi hasil gross split. Kontrak ini paling sedikit memuat persyaratan:

  1. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan.
  2. Pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas.
  3. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung kontraktor.

Kontrak bagi hasil gross split wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu:

  1. Penerimaan negara
  2. Wilayah kerja dan pengembaliannya
  3. Kewajiban pengeluaran dana
  4. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas minyak dan gas bumi.
  5. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak.
  6. Penyelesaian perselisihan.
  7. Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
  8. Berakhirnya kontrak.
  9. Kewajiban pasca operasi pertambangan
  10. Keselamatan dan kesehatan kerja.
  11. Pengelolaan lingkungan hidup.
  12. Pengalihan hak dan kewajiban.
  13. Pelaporan yang diperlukan.
  14. Rencana pengembangan lapangan.
  15. Pengutamaan penggunaan kerja Indonesia.
  16. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri.
  17. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.

Dalam pasal 4 dinyatakan, kontrak bagi hasil gross split menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif.

Dalam pelaksanaan kontrak bagi hasil gross split, ditetapkan besaran bagi hasil awal (base split) yaitu:

  1. Untuk minyak bumi sebesar 57% bagian negara dan 43% bagian kontraktor.
  2. Untuk gas bumi sebesar 52% bagian negara dan 48% bagian kontraktor.

Bagi hasil awal digunakan sebagai acuan dasar dalam penetapan bagi hasil pada saat persetujuan rencana pengembangan lapangan.

“Pada saat persetujuan pengembangan lapangan, besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan komponen variabel dan komponen progresif,” demikian bunyi pasal 6 ayat 1.

Komponen variabel yang dimaksud, antara lain status wilayah kerja, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, ketersediaan infrastruktur pendukungan dan kandungan karbon dioksida (CO2). Sementara komponen progresif adalah harga minyak bumi dan jumlah kumulatif produksi migas.

Dalam hal perhitungan komersial lapangan atau beberapa lapangan tidak mencapai keekonomian tertentu, Menteri ESDM dapat memberikan tambahan persentase bagi hasil paling banyak sebesar 5% kepada kontraktor.

Sebaliknya, dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan atau beberapa lapangan melebihi keekonomian tertentu, Menteri ESDM dapat menetapkan tambahan persentase bagi hasil paling banyak sebesar 5% untuk negara dari kontraktor.

Pasal 8 aturan ini menyebutkan, Menteri ESDM atas usulan SKK Migas, menetapkan bagi hasil yang merupakan satu kesatuan dengan persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama. Kepala SKK Migas menetapkan bagi hasil untuk pengembangan lapangan berikutnya.

Dalam hal terdapat perbedaan komponen variabel dan komponen progresif pada pengembangan lapangan dengan kondisi aktual, dilakukan penyesuaian bagi hasil dengan mengacu pada kondisi aktual setelah adanya produksi komersial.

Penyesuaian bagi hasil yang diakibatkan komponen progresif harga minyak bumi, dilaksanakan setiap bulan berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh SKK Migas. Evaluasi ini dilakukan berdasarkan perhitungan harga minyak mentah Indonesia bulanan.

Penyesuaian bagi hasil dituangkan dalam berita acara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari kontrak bagi hasil gross split.

Terkait penerimaan negara dan kontraktor, diatur bahwa penerimaan negara dalam kontrak bagi hasil gross split terdiri atas bagian negara, bonus-bonus dan pajak penghasilan kontraktor. Selain penerimaan negara tersebut, pemerintah mendapatkan pajak tidak langsung sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penerimaan kontraktor (contractor take) dalam kontrak bagi hasil gross split merupakan bagian kontraktor yang dihitung berdasarkan persentase gross produksi setelah dikurangi pajak penghasilan. Ketentuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan insentif lainnya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan fasilitas perpajakan dan insentif pada kegiatan usaha hulu migas.

Kontraktor wajib membayar pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perlakuan pajak penghasilan di bidang kegiatan usaha hulu migas.

Pasal 14 menyatakan, biaya operasi yang telah dikeluarkan oleh kontraktor dapat diperhitungkan sebagai unsur pengurang pajak penghasilan kontraktor.

Mengenai rencana kerja dan anggaran serta rencana pengembangan lapangan, Pasal 15 menyatakan, kontraktor wajib menyusun dan menyampaikan rencana kerja dan anggaran kepada SKK Migas. Berdasarkan hasil evaluasi, SKK Migas dapat menyetujui atau menolak rencana kerja yang dismapaikan oleh kontraktor dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja setelah diterimanya dokumen rencana kerja yang lengkap.

Menteri ESDM memberikan persetujuan terhadap rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja berdasarkan pertimbangan dari SKK Migas. Kepala SKK Migas memberikan persetujuan atas rencana pengembangan lapangan selanjutnya.

Aturan ini juga mengatur mengenai kewajiban kontraktor. Pasal 17 menyatakan, kontraktor wajib memenuhi kebutuhan minyak dan atau gas bumi untuk keperluan dalam negeri. Kewajiban kontraktor untuk ikut memenuhi kebutuhan dalam negeri, dilakukan dengan menyerahkan sebesar 25% dari hasil produksi minyak bumi dan atau gas bumi bagian kontraktor. Atas pemenuhan kewajiban ini, kontraktor mendapatkan pembayaran sebesar harga minyak mentah Indonesia.

Ditetapkan pula, kontraktor wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja warga negara Indonesia, pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri.Sedangkan pengadaan atas barang dan jasa dilakukan oleh kontraktor secara mandiri.

Data yang diperoleh kontraktor dari pelaksanaan kontrak bagi hasil gross split merupakan data milik negara.

Ketentuan-ketentuan mengenai tata cara penyiapan, penetapan dan penawaran wilayah kerja, komitmen pasti, komitmen kerja, jaminan-jaminan, penyisihan dan pengembalian wilayah kerja, unitisasi, participating interest 10%, bonus-bonus dan kegiatan pasca operasi termasuk pencadangan dana kegiatan pasca operasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Seluruh barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang dibeli kontraktor menjadi milik/kekayaan negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh SKK Migas,” demikian bunyi pasal 21.

Dinyatakan pula, tanah yang telah diselesaikan proses pembebasannya oleh kontraktor menjadi milik negara dan dikelola SKK Migas, kecuali tanah sewa.

Terkait pengendalian dan pengawasan, SKK Migas melaksanakan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak bagi hasil gross split.

Pengelolaan  terhadap wilayah kerja yang akan berakhir jangka waktu kontraknya dan tidak diperpanjang, diberlakukan kontrak bagi hasil gross split. Dalam hal wilayah kerja kerja yang akan berakhir jangka waktu kontraknya dan diperpanjang, Pemerintah dapat menetapkan bentuk kontrak kerja sama semula atau bentuk kontrak bagi hasil gross split.

Dalam ketentuan peralihan, pada saat Permen ini berlaku:

  1. Kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum Permen ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan.
  2. Kontrak kerja sama yang jangka waktunya berakhir dan telah diberikan persetujuan perpanjangan, dapat tetap menggunakan bentuk kontrak kerja sama semula atau mengusulkan perubahan bentuk kontrak kerja sama menjadi kontrak bagi hasil gross split.
  3. Kontraktor yang kontrak kerja samanya telah ditandatangani sebelum Permen ini ditetapkan, dapat mengusulkan perubahan bentuk  kontrak kerja samanya menjasi kontrak bagi hasil gross split.
  4. Dalam hal kontraktor mengusulkan perubahan bentuk kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huuf b dan c, biaya operasi yang telah dikeluarkan dan belum dikembalikan dapat diperhitungkan menjadi tambahan split bagian kontraktor.

Pada saat Permen ini mulai berlaku, ketentuan dan yang mengatur mengenai kontrak bagi hasil gross split sliding scale dalam Permen ESDM Nomor 38 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Permen ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (TW)

 

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.