“Uang untuk subsidi, bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Hanya 8% dari besaran subsidi itu yang dirasakan manfaatnya oleh orang miskin karena mereka tidak punya mobil dan listrik. Kita harus mengganti situasi itu sekarang dan mendukung rakyat miskin mendapat penghidupan lebih baik,†kata Executive Director IEA Maria van der Hoeven, meluncurkan buku “The 2015 In-Depth Review Of Indonesia’s Energy Policies (The 2nd IDR)" di Mandarin Oriental Hotel, Selasa (17/2).
Rekomendasi IEA tersebut, menurut Menteri ESDM Sudirman Said, telah dilakukan Indonesia. Di saat negara lain mengalami kesulitan melakukannya, Indonesia mendapat pujian karena berhasil melaksanakannya dengan baik.
Secara umum, untuk tahun 2015, IEA memberikan lima rekomendasi kepada Indonesia yaitu penguatan institusi dan kebijakan menekan subsidi, memperkuat landasan hukum, pembangunan infrastruktur energi seperti membangun kilang dan jaringan gas, mendorong energi mix yang berkelanjutan serta membangun pasar domestik untuk gas, mengingat sebagian gas Indonesia masih diekspor.
Menteri ESDM lebih lanjut mengatakan, Indonesia membutuhkan mitra untuk melakukan reformasi energi. IEA sebagai lembaga non politis, dinilainya dapat menjadi mitra dialog dan siap mendukung Indonesia untuk terus maju.
IEA adalah
organisasi antar pemerintah yang didirikan pada tahun 1974 oleh negara-negara
anggota Organisation for Economic
Cooperation and Development (OECD). Dengan jumlah anggota sebanyak 29
negara, IEA mempunyai 42 Implementing
Agreements (IAs) yang menjadi kerangka kerja sama dengan negara-negara di
luar anggota IEA.
Kemitraan Kementerian ESDM dengan IEA telah berlangsung sejak 2006. Kementerian
ESDM telah mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh IEA. Kerja
sama Kementerian ESDM dengan IEA dilakukan dalam tiga bentuk utama yaitu
lokakarya (workshop), penerbitan
publikasi dan pertemuan high level.
(TW)