Washington DC, Jika orang berharap pada upacara kebesaran, mereka akan kecewa. Kalau yang ditunggu adalah diplomasi basa-basi tingkat tinggi mereka akan kecewa juga. Kalau penghormatan diterjemahkan dengan besarnya bendera, lebarnya karpet merah dan tingginya pangkat pejabat yang menjemput, mereka akan terus bertanya, "Kok Presiden saya kurang dihormati?".
Semua upacara penjemputan berlangsung sederhana, cepat, efisien dan fungsional.
Dan Presiden Jokowi adalah Presiden yang sederhana, cepat, efisien, dan
fungsional. Pada suatu kesempatan di Abu Dhabi, Presiden Jokowi dijemput
oleh Pemimpinnya, disetiri sendiri bicara hanya berdua, dan diajak ke tempat
jamuan makan kenegaraan, di restoran Jepang dan bukan private room pula.
Dan Presiden kita happy saja.
Di kesempatan lain, saya ikut rangkaian
kegiatan kunjungan kerja menyusuri Jawa bagian barat sampai Sumatera.
Para Menteri tidak dibawa seluruhnya dari satu lokasi ke lokasi lainnya,
melainkan diminta bergiliran mendampingi tergantung urusannya. Menteri
yang sudah selesai urusannya, diminta kembali ke Jakarta. Dan Menteri
yang hanya berurusan di satu titik diminta menyusul tanpa harus
"repot" mengikuti seluruh rangkaian acara.
Perjalanan Presiden selalu dengan rombongan "ramping", efisien,
dan seperlunya.
Kembali ke kunjungan ke AS, jika yang diharapkan adalah diskusi mendalam
pimpinan kedua negara, kunjungan ini sukses besar. Semua aspek strategis
dibicarakan dengan hangat dan terbuka. Investasi, ekonomi, energi bersih,
perubahan iklim, terorisme, demokrasi, hingga urusan kesehatan rakyat.
Jika penghormatan diterjemahkan dengan saling respek maka kehadiran Presiden
Jokowi menuai respek amat besar. Hal-hal yang sensitif dan pemerintah RI
meminta tidak disentuh, Pemerintah AS mengikutinya. Sebagai contoh soal kontrak
Freeport dan Kasus Bioremediasi Chevron, tidak ada pembicaraan itu sama sekali
di semua sesi pertemuan baik dengan Pemerintah maupun bisnis.
Respek juga terlihat ketika selesai pembicaraan resmi kedua Pemimpin Negara,
Presiden Obama mengajak Presiden Jokowi keliling Gedung Putih, bahkan diajak
singgah ke area housing tempat tinggal keluarganya. Sesuatu yang amat
sangat jarang dilakukan dengan tamu negaranya. Bahkan yang semula protokol
menata acara pelepasan di ruang oval, Obama secara spontan mengubah rencana
mengantarkan Presiden Jokowi dan seluruh delegasi ke beranda White House
melewati koridor pribadinya yang biasanya tidak dilewati tamu-tamu.
Koridor pribadi adalah jalan penghubung antara rumah tinggal dengan kantornya
di White House.
Yang terpenting, jika orang berharap pada hasil nyata kunjungan ini mereka
seharusnya menghargai angka-angka ini. Ada 14 business deal
ditandatangani, termasuk 11 bidang energi. Investasi USD 3,5 miliar
disepakati. Total USD 17 miliar transaksi bisnis ditandatangani.
Ada 250 lebih Pemimpin bisnis Amerika, terutama investor yang sudah sangat lama
berada di Indonesia hadir dalam gala dinner yang hangat. 150
Pemimpin bisnis hadir dalam business summit. Tak kurang dari 15
pertemuan "padat berisi" dilakukan oleh Presiden dan delegasinya.
Di San Fransisco, meski Presiden memutuskan akan kembali lebih cepat, dikirim
empat Menteri untuk melanjutkan kunjungan kerjanya. Sejumlah business
deal di bidang digital ekonomi dikomandani Pak Rudiantara terus akan dijalankan,
dan akan membawa Republik Indonesia to the next step dalam bidang
digital ekonomi.
Presiden Jokowi adalah presiden sederhana, cepat, efisien, dan
fungsional. Hasil hasil nyata yang memberi manfaat bagi rakyat lebih
bermakna dari pada upacara kebesaran yang memabukkan, tapi kosong esensi.
Dalam salah satu pidato singkat di gala dinner semalam, dengan manis
Presiden mengapresiasi karya karya Steve Job yang amat user friendly dan
penuh pesan simplicity. Di ujung pidato Presiden menutup:
"kesederhanaan adalah refleksi dari kecerdasan. Hanya orang cerdas
seperti Steve Job yang mampu membuat hal rumit menjadi sederhana."
Catatan ringan menyertai kunjungan Presiden Jokowi ke AS
Washington DC, 27 Oktober 2015,
Sudirman Said