Selain itu, Gde Pradnyana dilantik menjadi Deputi
Pengendalian Operasi menggantikan Rudi Rubiandini yang telah menjadi Wakil
Menteri, Gerhard M. Rumeser dilantik menjadi Deputi Umum menggantikan posisi
Widjonarko dan Widhyawan Prawiraatmadja menjadi Deputi Perencanaan menggantikan
Haposan Napitupulu yang diangkat menjadi Tenaga Ahli.
“Tantangan diluar cukup banyak, demikian juga di
internal yang tidak sederhana karena itu kita perlu perubahan kareia situasi juga sudah berbeda.
Dengan adanya darah baru sekarang ini maka rencana besar BPMIGAS kedepan harus
direalisasikan dan pembentukan tim yang kuat harus dilakukan. Ke depan akan ada
beberapa proyek utama antara lain proyek Banyu Urip yang dikelola Mobil Cepu
Ltd, proyek Indonesia Deepwater
Development yang dikelola Chevron, proyek Masela yang dikelola Inpex dan
proyek Muarabakau yang dikelola ENI Indonesia, semua proyek ini harus dapat
terlaksana dengan baik dan tepat waktu,†ujar Priyono.
Priyono
menegaskan, cost recovery
benar-benar harus dikendalikan sehingga tidak akan pernah ada lagi temuan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan.
“Jangan
sampai kontrak kerjasama kita dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) yang
sifatnya perdata menjadi menjurus pidana, karena itu perlu pengendalian cost recovery.â€Â
Namun
demikian, dia berpesan, harus disadari juga bahwa selain fungsi pengawasan dan
pengendalian yang merupakan tugas dan kewenangan BPMIGAS, semangat yang ada
dalam Kontrak Kerja Sama antara BPMIGAS dan Kontraktor KKS adalah mitra kerja
bukan hanya birokrasi semata sehingga diperlukan sebuah pendekatan bisnis dan
tidak semata birokrasi.
Terkait
dengan sejumlah blok migas yang akan habis masa kontraknya mulai tahun ini
hingga tahun 2021 dimana terdapat 29 wilayah kerja minyak dan gas bumi yang
akan habis kontrak, Priyono menegaskan agar perencanaan untuk wilayah kerja
tersebut harus lebih matang sehingga tidak ada masalah yang tertinggal ketika
wilayah kerja dikembalikan ke Pemerintah.