Pemanfaatan gas bumi untuk BBG
yang digunakan untuk transportasi, papar Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H.
Legowo, dapat berupa gas kompresi (CNG)
atau gas cair untuk kendaraan (Liquiefied Gas Vehicle).
Pemanfaatan gas bumi untuk BBG
untuk transportasi diutamakan pada kota/kabupaten yang memiliki sumber gas bumi
atau dilalui jaraingan transmisi/distribusi gas bumi atau kota/kabupaten yang
mempunyai tingkat pertumbuhan kendaraan atau emisi gas buang yang tinggi.
Untuk diketahui, dalam Permen
yang ditetapkan tanggal 13 Desember 2010 itu, dinyatakan bahwa pengaturan
pemanfaatan gas bumi untuk BBG yang digunakan untuk transportasi, meliputi
kewajiban KKKS dan badan usaha, rencana alokasi gas bumi untuk BBG, pemanfaatan
gas bumi, harga jual BBG dan spesifikasi BBG.
Ditetapkan pula bawa KKKS
wajib mengalokasikan sebesar 40% dari Domestic Market Obligation (DMO)
untuk memenuhi kebutuhan BBG untuk transportasi.
Selain itu, dalam kegiatan
usaha hilir, badan usaha wajib mengalokasikan sebesar 25% dari total gas bumi
yang diniagakan untuk memenuhi kebutuhan BBG untuk transportasi. Kewajiban ini
dilakukan secara bertahap dengan pentahapan sebagai berikut:
- Alokasi
wajib gas bumi minimal 10% dari total gas bumi yang diniagakan pada tahun
2011 sampai dengan 2014.
- Alokasi
wajib gas bumi minimal 15% dari total gas bumi yang diniagakan pada tahun
2015 sampai dengan 2019.
- Alokasi
gas bumi minimal 20% dari total gas bumi yang diniagakan pada tahun 2010
sampai dengan 2024.
- Alokasi wajib gas bumi minimal 25% dari
total gas bumi yang diniagakan pada tahun 2025 dan seterusnya.
Harga jual BBG yang digunakan
untuk transportasi ditetapkan Menteri ESDM untuk setiap wilayah dengan
memperhitungkan volume penjualan. Harga jual ini dievaluasi oleh Menteri ESDM setiap waktu
atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Dalam hal hasil evaluasi perlu perubahan
terhadap harga BBG, Menteri ESDM menetapkan penyesuaian harga jual BBG yang
digunakan untuk transportasi.