Roadmap CBM Akan Direvisi

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Hendra Fadly  ketika menjadi pembicara pada acara INDOCBM, Rabu (26/3), mengatakan, roadmap yang baru tersebut akan disusun berdasarkan kondisi atau  tantangan serta peluang pengembangan CBM di Indonesia saat ini.

“Revisi roadmap ini untuk mendukung pencapaian  target energi mix nasional,” tambahnya.

Diakui Hendra, pengembangan CBM masih mengalami banyak kendala, antara lain minimnya rig. Untuk itu, Kementerian ESDM bekerja sama dengan perguruan tinggi, akan memproduksi rig untuk CBM. Upaya lainnya  adalah meningkatkan pengeboran sumur CBM serta alternatif penggunakan kontrak kerja sama berbentuk Gross Contract Production.

Hingga saat ini, telah ditandatangani 54 kontrak kerja sama CBM. Cadangan CBM Indonesia diperkirakan sebesar 453 TCF, terutama berlokasi di Sumatera Selatan sebesar 183 TCF, Barito 101,6 TCF, Kutai 80,4 TCF dan Sumatera Tengah 52,5 TCF.

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Advanced Resources International, Inc (ARI) tahun 2003, Indonesia memiliki cadangan CBM sekitar 400-453  TCF dan menempati posisi ke 6 di dunia. Selengkapnya hasil evaluasi ARI mengenai cadangan CBM di dunia, sebagai berikut:

  1. Rusia:  450-2.000 TCF
  2. China: 700-1.270 TCF
  3. Amerika Serikat:  500-1.500 TCF
  4. Australia/New Zealand:  500-1.000 TCF
  5. Kanada:  360-460 TCF
  6. Indonesia:  400-453 TCF
  7. Afrika bagian Selatan:  90-220 TCF
  8. Eropa bagian Barat:  200 TCF
  9. Ukraina:  170 TCF
  10. Turki:  50-110 TCF
  11. India:  70-90 TCF
  12. Kazakhstan:  40-60 TCF
  13. Amerika bagian Selatan/Meksiko:  50 TCF
  14. Polandia:  20-50 TCF.

CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batubara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batubara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya dimana reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.

CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batubara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan keseimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batubara akan keluar dari matriks batubaranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batubara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam konvensional. (TW)

 

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.