Hal itu dikemukakan Direktur
Pembinaan Usaha Hulu Migas A. Edy Hermantoro dalam pertemuan dengan DPRD Kutai
Kartanegara di Gedung Migas, kemarin petang.
Edy menjelaskan, sifat kedalaman
pengeboran CBM relatif lebih dangkal bila dibandingkan dengan gas konvensional,
tidak migrasi dan terserap pada pori-pori mikro. Sementara gas konvensional,
biasanya memerlukan pengeboran yang relatif dalam, migrasi serta mengambang.
â€ÂBerbeda dengan gas
konvensional, gas CBM keluarnya sedikit demi sedikit dan kemudian bertambah
besar. Untuk itu, pada tahap awal, gas dari CBM akan digunakan untuk penerangan
bagi masyarakat sekitar lokasi pengeboran,†ujar Edy.
Berdasarkan road map pengembangan CBM di Indonesia,
ditargetkan pada tahun 2011 dapat dihasilkan 9,25 MMSCFD dari 7 wilayah kerja
CBM. Gas tersebut ekivalen dengan 23,01 MW. Pada 2015, ditargetkan dapat
dihasilkan gas sebesar 500 MMSCFD, 1000 MMSCFD pada tahun 2020 dan 1.500 MMSCFD
pada tahun 2015 mendatang.
Total sumber daya CBM
Indonesia mencapai 453,3 TCF yang tersebar 55 dalam 11 cekungan. Potensi yang
ada itu, belum seluruhnya dikembangkan.
“Potensinya untuk dikembangkan
masih cukup besar. Minat investor dari dalam maupun luar negeri
cukup besar. Beberapa diantaranya sudah mengajukan permohonan,†tambahnya.
Khusus untuk Kabupaten Kutai
kartanegara, terdapat beberapa wilayah kerja CBM seperti Blok Sanga-Sanga dan
Blok Kutai. Untuk Blok Sanga-Sanga yang dikelola VICO, direncanakan akan dilakukan
pengeboran 7 sumur pada September 2011. Perusahaan yang berkomitmen dalam
program CBM to Power 2011 itu juga telah melakukan survei potensi pemanfaatan
listrik untuk pedesaan terdekat yaitu Kampung Beringin Agung yang terdiri dari
314 bangunan dan Kampung Jaya yang memiliki 177 bangunan.