Sementara untuk Kalimantan
bagian timur dan selatan, berdekatan dengan infrastruktur LNG. Jika LNG receiving terminal di Jawa Barat dan
Sumatera Utara selesai dibangun pada 2011, maka peluang untuk memenuhi
kebutuhan gas bumi di daerah serta di Jawa cukup terbuka.
Demikian dipaparkan Direktur
Pembinaan Usaha Hulu Migas A. Edy Hermantoro di IndoCBM, kemarin.
Edy mengharapkan,
infrastruktur gas yang telah dan akan tersedia itu dapat menarik
investor mengembangkan CBM. Harapan itu
semakin besar karena berdasarkanOutlook
for Energy a View to 2030 yang dikeluarkan ExxonMobil, baik di Amerika Serikat,
Eropa maupun Asia Pasifik, perkiraan pemenuhan kebutuhan gas bumi conventional akan semakin menurun,
sedangkan unconventional termasuk CBM
akan meningkat.
â€ÂKhusus untuk Asia Tenggara,
terdapat peluang untuk pemenuhan gap kebutuhan gas bumi yang diperkirakan akan
terjadi sejak 2011, sehingga diperlukan suatu usaha yang sangat intensif, baik
peningkatan produksi conventional gas
maupun penemuan cadangan-cadangan gas baru termasuk diantaranya CBM,†tambah
Edy.
CBM telah diusahakan secara
komersial di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Kanada, China dan
Australia. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Pemerintah, kondisi pengusahaan
CBM di Indonesia lebih mendekati ke Powder River Basin USA dimana tingkat
kematangan batu bara berada pada sub-bituminus.
Untuk Indonesia, CBM berada di
cekungan Sumatera Selatan (183 TCF), Barito (101,6 TCF), Kutei (89,4 TCF) dan
Sumatera Tengah (52,5 TCF) untuk kategori high
prospective. Cekungan Tarakan Utara (17,5 TCF), Berau (8,4 TCF), Ombilin
(0,5 TCF), Pasir/Asam-Asam (3,0 TCF) dan Jatibarang (0,8) memiliki kategori medium. Sedangkan cekungan Sulawesi (2,0
TCF) dan Bengkulu (3,6 TCF) berkategori
low prospective.