Penandatanganan HoA itu disaksikan oleh Menteri ESDM
Darwin Zahedy Saleh, Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo dan Kepala
BPMIGAS R. Priyono.
â€ÂPemerintah menyambut baik HoA ini dan mengharapkan kerja sama
antara Pertamina dan para mitra kerjanya nanti yang memiliki penguasaan
teknologi tinggi, dapat segera terwujud dan bermanfaat bagi bangsa dan negara,â€Â
ujar Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh.
Kerja sama yang dilakukan
Pertamina dan ExxonMobil ini, menurut Darwin, menandai tahap awal pekerjaan
rumah (PR) besar yang telah dibahas bertahun-tahun.
â€ÂAlhamdulillah, dengan ridho
Allah, kita bisa menyelesaikan PR yang sudah 4 tahun tidak selesai.
Alhamdulillah, pihak-pihak terkait termasuk Exxon, memahami keinginan dan cara
kerja bangsa Indonesia. Yang dulu dikenal Natuna D Alpha, sekarang kita menggunakan
(nama) East Natuna. Itu sudah menunjukkan awal penyelesaian,†ungkapnya.
Setelah HoA ditandatangani, ExxonMobil masih harus menjalani proses
selanjutnya.
Sementara mengenai kemungkinan
hadirnya mitra lainnya untuk mengelola Blok East Natuna, Darwin menjawab, masih
ada mitra Pertamina lainnya sesuai dengan short
list yang telah berlangsung.
Pemerintah secara resmi menunjuk Pertamina dalam
pengembangan Blok Natuna D Alpha (kini East Natuna) yang tertuang dalam Surat
Menteri ESDM No 3588/11/MEM/2008 tertanggal 2 Juni 2008 tentang Status Gas
Natuna d Alpha. Terkait pengembangan itu, pemerintah membebaskan Pertamina
memilih lebih dari satu KKKS untuk menjadi mitra kerjanya.
Blok East Natuna terletak sekitar 250 km dari Kepulauan
Natuna. Cadangannya pun sangat besar, diperkirakan 46 triliun kaki kubik.
Namun untuk mengembangkan Blok Natuna tidak mudah karena 70% cadangan gasnya
berisi CO2. Jadi, diperlukan teknologi canggih untuk penghilangan, pembuangan,
dan penyimpanan karbon dioksida karena CO2 tidak bisa dibuang sembarangan.
Investasi yang dibutuhkan juga tidak sedikit, diperkirakan sekitar US$ 52
miliar.