Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo dalam
sambutannya mengemukakan, Perpres No 15 tahun 2012 diterbitkan dengan tujuan
utama implementasi distribusi BBM bersubsidi. Karena itu, diperlukan koordinasi
dengan berbagai pihak supaya dapat diperoleh kesamaan persepsi.
“Tidak mudah membaca suatu
peraturan dan menerapkannya. Pertemuan ini bertujuan untuk
melakukan koordinasi,†katanya.
Evita mengharapkan agar aturan
ini dapat disikapi dengan baik, demi kemajuan bangsa dan negara.
Penetapan Perpres ini dengan pertimbangan
bahwa perkembangan kebutuhan nasional atas jenis bahan bakar minyak tertentu
dan dalam rangka pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran kepada konsumen
pengguna tertentu serta guna meningkatkan efisiensi penggunaan APBN, perlu
menata kembali kebijakan harga jual eceran dan pengguna jenis bahan bakar
tertentu.
Aturan ini terdiri
dari 10 pasal dan berlaku mulai tanggal diundangkan.
Dalam pasal 1, diatur mengenai definisi jenis bahan bakar minyak tertentu,
terminal BBM/depot/penyalur, Badan Pengatur dan usaha mikro.
Aturan ini juga menyatakan bahwa jenis BBM tertentu terdiri atas minyak tanah (kerosene),
bensin (gasoline) RON 88 dan minyak solar (gas oil) atau
dengan nama lain yang sejenis dengan standar dan mutu (spesifikasi) yang
ditetapkan oleh Menteri ESDM.
Harga jual eceran jenis BBM tertentu di titik serah, untuk setiap liter
ditetapkan:
a. Minyak tanah (kerosene) sebesar Rp 2.500.
b. Bensin (gasoline) RON 88 sebesar Rp 4.500.
c. Minyak solar (gas oil) sebesar Rp 4.500.
Harga jual eceran jenis BBM tertentu tersebut, sudah termasuk Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang besarannya
5%.
Harga jual eceran BBM jenis tertentu, hanya berlaku untuk konsumen pengguna
pada titik serah yang tercantum dalam Lampiran Perpres. Perubahan rincian
konsumen pengguna dan titik serah, ditetapkan oleh Menteri ESDM berdasarkan
hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian.
Dalam Lampiran, ditetapkan rincian konsumen pengguna jenis BBM tertentu,
yaitu:
1.
Minyak tanah: rumah tangga, usaha
mikro dan usaha perikanan.
2.
Bensin (gasoline) RON
88: usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi dan pelayanan
umum.
3.
Minyak solar (gas oil): usaha
mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi dan pelayanan umum.
Perpres juga menyatakan, penggunaan jenis BBM tertentu
oleh pengguna, secara bertahap dilakukan pembatasan. Pentahapan pembatasan
diatur oleh Menteri ESDM berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin Menko
Perekonomian.
Harga jual BBM tertentu dengan mempertimbangkan kebijakan
energi nasional dan kondisi keuangan negara, selanjutnya dapat disesuaikan
berupa kenaikan atau penurunan harga. Penyesuaian harga jual eceran jenis BBM
tertentu, ditetapkan oleh Menteri ESDM berdasarkan hasil sidang kabinet.
Jenis BBM tertentu dan atau campurannya, dilarang diangkut dan atau
diperdagangkan ke luar negeri. Badan usaha dan atau masyarakat dilarang
melakukan penimbunan dan atau penyimpanan serta penggunaan jenis BBM tertentu
yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan usaha
dan atau masyarakat yang melakukan pelanggaran, dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri ESDM dan Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut
ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Perpres ini, sesuai tugas dan
kewenangan masing-masing.
Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) melakukan
pengaturan, pengawasan dan verifikasi terhadap kelancaran dan ketepatan
pelaksanaan pendistribusian jenis BBM tertentu bagi konsumen pengguna. Dalam
melakukan pengawasan, BPH Migas dapat bekerja sama dengan instansi terkait dan
atau pemerintah daerah. Kerja sama dengan pemerintah daerah, dikoordinaiskan
oleh Menteri dalam Negeri.
Penetapan alokasi volume jenis BBM tertentu untuk
masing-masing konsumen pengguna jenis BBM tertentu, ditetapkan oleh BPH Migas.
Pada saat Perpres ini mulai berlaku, Perpres No 55 Tahun
2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri sebagaimana
telah diubah dengan Perpres No 9 Tahun 2006, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.