Revisi dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang
terjadi saat ini. Materi yang perlu didiskusikan kembali adalah definisi, harga
jual, pengguna, titik serah dan kuota.
“Definisi perlu kita ubah karena ada kemungkinan pemegang public service obligation (PSO) tidak
lagi hanya Pertamina. Pengguna BBM bersubsidi juga perlu ditinjau kembali,
sehingga hanya mereka yang berhak saja yang dapat menggunakan BBM bersubsidi,â€Â
ujar Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo dalam rapat dengan BPH Migas,
Departemen Keuangan dan PT Pertamina, Rabu (9/9).
Evita mengemukakan, selain meninjau kembali konsumen
pengguna BBM bersubsidi seperti yang tercantum pada aturan yang lama, revisi
ini juga mempertimbangkan usulan tambahan pengguna BBM bersubsidi antara lain
pembatik, omprongan tembakau dan daerah cagar budaya.
“Ada
usulan agar terhadap mereka dapat diberikan BBM bersubsidi. Ini harus kita
diskusikan kembali,†tambah Evita.
Rapat tahap awal ini memang khusus membahas konsumen
pengguna BBM bersubsidi yang terbagi menjadi rumah tangga, usaha kecil atau
usaha mikro, usaha perikanan, transportasi dan pelayanan umum.
Mengingat substansi mengenai konsumen pengguna banyak
melibatkan instansi lain, maka pada pertemuan mendatang, Ditjen Migas akan
mengundang instansi terkait seperti Departemen Perindustrian, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen
Perhubungan, Departemen Pertanian, Departemen Sosial serta Kementerian Usaha
Kecil dan Menengah.
“Instansi lain perlu kita undang untuk mendapat kejelasan
berbagai definisi yang ada dalam aturan ini. Tidak diterjemahkan sendiri karena
bisa salah. Selain itu, kita juga akan meminta penjelasan mengenai pengawasan
maupun verifikasi implementasi di lapangan terkait dengan pihak-pihak yang
dianggap berhak menikmati BBM bersubsidi,†ujar Evita.
Pada pertemuan dengan instansi-instasi tersebut nantinya,
agar lebih fokus maka pembahasan akan dilakukan per sektor.