Dikatakan Purnomo pada rapat
kerja dengan Komisi VII DPR mengenai rencana kenaikan harga BBM dan bantuan
langsung tunai (BLT), Kamis (22/5), kenaikan BBM dilakukan sejak dulu demi
menegakkan prinsip-prinsip keadilan serta mengurangi penyalahgunaan BBM.
"Jadi
tidak hanya dilakukan sekarang ketika produksi turun, tapi sejak dulu ketika
produksi tinggi," katanya.
Dalam
rapat kerja kali ini, hadir pula Anggito Abimanyu dari Departemen Keuangan dan
wakil instansi terkait lainnya seperti Departemen Sosial.
Menurut
Anggito, 70% dari subsidi BBM hanya dinikmati oleh 40% penduduk kelas atas di
Indonesia. Kenaikan BBM justru akan mengalihkan kenikmatan yang selama ini
dinikmati oleh kelompok kelas atas ke masyarakat miskin.
Rapat
kerja Komisi VII DPR dengan pemerintah kali ini berjalan cukup ramai. Anggota DPR terpecah dalam dua kelompok, ada
yang menyetujui kenaikan BBM karena hal ini telah dimungkinkan dalam UU No 16
Tahun 2008 tentang APBN-P, namun sebagian menyatakan tidak setuju karena
memberatkan masyarakat.
Tjatur
Sapto Edy menilai Presiden tidak menepati janjinya untuk tidak menaikkan harga
BBM. Ia juga meminta agar pemerintah membuat roadmap energi. Sedangkan Agusman Effendi mengharapkan agar
pemerintah membuat kebijakan energi demi memperkuat ketahanan energi, sebagai
antisipasi jika terjadi hal-hal seperti sekarang ini.
Pertemuan
itu akhirnya sepakat untuk tidak membuat kesimpulan karena kebijakan mengenai
BBM merupakan domain pemerintah. Namun Komisi VII DPR mengingatkan pemerintah,
antara lain bahwa kenaikan harga BBM akan memberikan dampak sosial dan ekonomi
yang memberatkan masyarakat. Selain itu, kenaikan harga BBM agar menjadi
pelajaran bagi pemerintah maupun DPR untuk introspeksi dan mengevaluasi secara
menyeluruh kebijakan dan program sektor ESDM.