Direktur
Teknik dan Lingkungan Migas Edi Purnomo menjelaskan, penyusunan RPP ini merupakan
usaha Direktorat Teknik dan Lingkungan yang ketiga kalinya, setelah RPP yang diajukan sebelumnya
dikembalikan oleh Setneg. Pada kesempatan pertama, alasan penolakan oleh Setneg
adalah RPP yang dibuat terlalu detail dan teknis dan penolakan kedua karena
draft yang diajukan terlalu sederhana dan normatif.
Lebih lanjut
Edi Purnomo menjelaskan, draft RPP
yang disusun mengacu kepada Undang-Undang No. 22 Tahun 2001, Mijn Politje Regliment (MPR) 1930,
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1979,
Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1974 dan peraturan lain yang terkait dengan
keselamatan migas. Aturan atau persyaratan yang masih relevan dengan kondisi
saat ini yang ada pada MPR 1930, PP No. 11 Tahun 1979 dan PP No. 17 Tahun 1974
serta peraturan lain tetap yang terkait, tetap dimasukkan dalam RPP ini.
“Selain itu,
ada beberapa hal baru yang ditambahkan dalam RPP ini baik dari sisi pola
pengaturan dan pembinaannya maupun subtansi materi yang diatur. Setelah RPP ini ditetapkan menjadi peraturan pemerintah,
maka MPR 1930, PP No. 11 Tahun 1979 dan PP No. 17 Tahun 1974 akan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi,†tambahnya.
RPP ini diharapkan dapat menjawab
permasalahan keselamatan migas selama ini seperti tumpang tindih pengawasan
keselamatan migas, penanggulangan kondisi darurat migas, pemeriksaan
keselamatan migas atas peralatan dan instalasi, reward and punishment serta pelaksanaan sistem manajemen
keselamatan kerja. Untuk menjawab permasalahan tersebut, beberapa hal baru yang
dimasukan dalam RPP ini, yang belum diatur dalam peraturan keselamatan migas
sebelumnya, antara lain:
1. Sistem Manajemen Keselamatan Migas
(SMKM): BU/BUT wajib membuat, melaksanakan dan mensosialisasikan Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM)
pada kegiatan operasinya.
2.
Penilaian
(assessment) keselamatan migas :
untuk menilai Sistem Manajemen Keselamatan Migas yang sudah dibuat oleh BU/BUT.
Hasil dari penilaian ini akan dijadikan sebagai dasar dalam pemberian
penghargaan keselamatan migas (reward)
untuk BU/BUT yang mendapatkan nilai bagus. Assessment keselamatan migas dilakukan oleh Inspektur Migas
atau Perusahaan Jasa Assessment
Independen
3.
Audit Keselamatan Migas: untuk
mengaudit pelaksanaan dari Sistem Manajemen Keselamatan Migas yang dilaksanakan
satu tahun setelah dilakukan assessement keselamatan
migas. Pelaksana audit ini adalah Inspektur Migas atau Perusahaan Jasa Audit
Independen
4. Pelaksanaan pemeriksaan
Keselamatan Migas tidak hanya berdasarkan jangka waktu tertentu (time based) tetapi juga berdasarkan
resiko (risk based).
5. Penanggulangan kondisi darurat
migas : dalam RPP ini diatur mengenai kategorisasi kondisi darurat dan cara
penanggulangannya, regionalisasi BU/BUT dalam penyediaan sarana dan prasarana
penanggulangan kondisi darurat migas, dan kewajiban penyediaan dana penjaminan
kondisi darurat migas.
6. Pengaturan mengenai Pengamanan :
Pengaturan ini terkait dengan status instalasi migas sebagai Obyek Vital
Nasional (OBVITNAS). Salah satu yang menjadi kewajiban BU/BUT adalah membuat
Sistem Manajemen Pengamanan
7. Penegasan kewenangan PPNS dalam
melakukan penyidikan terutama yang terkait dengan tugas polisi.
8. Keberpihakan kepada Nasional :
bentuk keberpihakan yang diatur pada RPP ini adalah keutamaan pemakaian barang,
jasa dan tenaga kerja yang terkait dengan keselamatan migas.
9. Business Continous Plan : Setiap BU/BUT harus memiliki rencana dan jaminan biaya
untuk keberlangsungan usahanya apabila terjadi kondisi darurat migas
Dalam penyusunan
RPP, Pemerintah meminta masukan pelbagai pihak, seperti mantan atau pensiunan
direktur teknik dan lingkungan migas, Tim Independen Pengendalian Keselamatan
Migas dan Forum Pengendalian Kondisi Darurat Migas serta badan usaha.
Draft
RPP ini juga sudah dilakukan kajian akademis oleh Universitas