Demikian benang merah paparan Direktur Pembinaan Usaha
Hulu Migas A. Edy Hermantoro di Intercontinental Hotel, Rabu (27/7).
“Kita harus bergerak. Tidak hanya konsentrasi
(mengembangkan migas) di Indonesia
bagian barat, tetapi juga Indonesia
bagian Timur,†katanya.
Edy mengungkapkan, sebagian besar lapangan migas di Indonesia bagian Timur terletak di
laut dalam. Sejumlah lapangan di kawasan tersebut yang telah dikembangkan
adalah Lapangan Tangguh, Masela dan Donggi Senoro.
“Masih banyak lapangan lain yang belum dikembangkan,â€Â
tambahnya.
Sebagian besar wilayah kerja migas yang ditawarkan pada
tahun ini, lanjut Edy, juga berada di Indonesia Timur. Dari tahun ke tahun,
jumlah kontrak kerja sama (KKS) wilayah kerja migas di kawasan itu, terus
bertambah. Pada tahun 2008 dan 2009, tercatat masing-masing 9 kontrak
ditandatangani. Sedangkan pada 2010, ditandatangani 5 kontrak.
Berdasarkan
data Ditjen Migas, total cekungan yang berlokasi di Indonesia bagian Timur berjumlah 39
cekungan. Cekungan yang telah beroperasi adalah Seram, Salawati, Bintuni dan
Bone. Sedangkan cekungan yang telah dibor namun belum berproduksi adalah
Banggai, Sula, Biak dan Timur.
Sedangkan
cekunganyang belum dieksplorasi
adalah Lombok Bali, Flores, Gorontalo, Salabangka, Halmahera Selatan,
Weber Barat, Weber, Waropen, Tiukang Besi, Tanimbar, Sula Selatan, Buru, Buru
Barat, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Halmahera Selatan, Obi Utara, Obi
Selatan, Seram Selatan dan Jayapura.
Ada juga
9 cekungan yang telah dibor namun tidak ada penemuan yaitu Akimegah, Buton,
Manui, Makassar Selatan, Missol, Palung Aru, Sahul, Sawu, Waipoga dan Lairing
Sejalan dengan rencana pengembangan di Indonesia bagian Barat, banyak
peluang bisnis yang dapat dimanfaatkan investor. Antara lain, pengembangan small scale LNG carrier and receiving
terminal dan dan pengembangan industri yang menggunakan migas. Misalnya, pembangunan
kompleks industri petrokimia di dekat lokasi sumber gas, seperti yang pernah
diusulkan mantan Wapres Jusuf Kalla.