Pembangunan kilang minyak ini,
menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo dalam acara Forum
Investasi Migas di Hotel Gran Melia, akhir pekan lalu, mutlak diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri. Berdasarkan data tahun 2010,
permintaan akan bahan bakar minyak mencapai 1.104 MCBD, sementara pasokannya
hanya 699 MBCD.
â€ÂDari dulu kita berusaha
mendapatkan kilang baru, tapi susah banget. Kita butuh kilang baru agar dapat
memenuhi kebutuhan bahan baku dan bahan jadi,†tegas Evita.
Agar dapat pembangunan kilang
dapat terwujud, lanjutnya, pihaknya akan mengusulkan agar pembangunan kilang
dapat dilakukan pemerintah. Biaya yang dibutuhkan juga relatif tidak terlalu
besar. Evita memperkirakan sekitar Rp 50 triliun, dengan kapasitas 300 MBCD.
Pembangunan kilang oleh
pemerintah ini, kata Evita, merupakan pelajaran yang diperolehnya dari hasil
kunjungannya ke India, belum lama ini. Meski mengimpor crude, namun India berhasil mengekspor BBM. Negara itu juga
memiliki banyak kilang yang dibangun pemerintah.
â€ÂSaya sedang berpikir, salah
satu hal yang akan saya usulkan ke Pak Menteri baru adalah pemerintah harus do something (soal kilang). Kan cuma Rp
50 triliun. Nggak banyak lho (biaya) kilang itu. Karena itu, saya pikir,
udahlah pemerintah yang membiayai. Jadi kita hanya mencari partner untuk crude-nya
saja. India saja bisa, kenapa kita nggak? India itu semua yang ngurusin
pemerintah untuk kilangnya. Dia hanya cari crude-nya
dan ekspor fuel-nya,†paparnya.
Untuk kawasan Asia Pasifik,
kilang terakhir kali dibangun tahun 1998. Khusus Indonesia, kilang yang usianya
paling muda dan dapat memberikan keuntungan adalah Balongan yang dibangun tahun
1994. Sementara untuk kilang-kilang lainnya, keuntungannya sangat kecil karena
telah berumur tua lantaran dibangun tahun 70-an.