â€ÂKita akan putar sekali lagi dengan stakeholder karena ada dinamika yang sedikit berubah,†jelas
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas A. Edy Hermantoro, Selasa (22/6).
Sebelumnya, pemerintah
telah melakukan pertemuan dengan
stakeholder dan mendapat masukan untuk penyempurnaan. Aturan yang merupakan
penjabaran dari Kepmen ESDM ini, diharapkan sudah dapat diselesaikan pada akhir
tahun 2010.
â€ÂKemungkinan (selesai) akhir tahun,†katanya.
Pedoman berisi
tata cara pengusahaan CBM secara lebih terperinci. Karakteristik CBM yang
berbeda dengan minyak dan gas bumi, membuat CBM perlu diperlakukan sedikit
berbeda. Pedoman ini antara lain berisi
tentang dimungkinkannya pemanfaatan gas yang telah keluar pada proses dewatering. Gas
itu sedianya akan digunakan untuk pembangkit listrik skala kecil bagi
masyarakat sekitar.
Potensi CBM Indonesia cukup besar
yaitu 453,3 TCF yang tersebar pada 11 cekungan hydrocarbon. Dari sumber
daya tersebut, cadangan CBM sebesar 112,47 TCF merupakan cadangan terbukti dan
57,60 TCF merupakan cadangan potensial.
Pemerintah sangat mendukung
pengembangan gas bumi unconventional
ini. Kontribusi CBM untuk bauran energi nasional sesuai dengan Peraturan
Presiden No 5 tahun 2006, diharapkan dapat mencapai 3,3% pada tahun 2025. Jumlah
ini cukup besar dan jika tidak dilakukan pengembangan mulai sekarang, bisa jadi
target tak dapat tercapai.
CBM
adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon
lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses
kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam conventional
yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batu
bara sebagai source rock dan reservoir-nya.
Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari
batu bara, diproduksikan dari reservoir
pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya
adalah cara penambangannya di mana reservoir
CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.
CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batu bara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara akan keluar dari matriks batu baranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam conventional.