Setelah mengalami default pembayaran
kepada para kreditur yang berujung pada tuntutan pailit pada 28 September 2012
yang disusul dengan masuknya Pertamina ke manajemen TPPI pada 11 Oktober 2012,
TPPI kemudian mengajukan permohonan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)
kepada pengadilan Niaga. Usulan ini akhirnya melahirkan proposal perdamaian
yang disetujui para kreditur TPPI dan telah disahkan oleh Pengadilan Niaga
Jakarta pada tanggal 26 Desember 2012.
Sebagai salah satu dari tindak lanjut pelaksanaan Perjanjian Perdamaian
tersebut, maka pada tanggal 8 Mei 2013, TPPI dan Pertamina telah menandatangani
kerjasama pengolahan yang akan berlangsung efektif selama 6 bulan.
"Pengoperasian Kilang TPPI Tuban ini dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan bagi TPPI agar mendapatkan penghasilan kembali melalui tolling fee yang didapat dari kerjasama
tersebut," kata Ali Mundakir, VP Corporate Communicationi PT Pertamina
Persero.
Selama 6 bulan, pabrik akan dioperasikan pada tingkat sekitar 55-80 kilo barel
per hari dan akan menghasilkan sejumlah kurang lebih 530 ribu ton yang
terdiri dari Paraxylene, Benzene, Orthoxylene dan Heavy Aromatic, tambahan
produk BBM berupa Gas Oil/Diesel Oil dan Fuel Oil sejumlah 1,5 juta barel,
tambahan LPG sebesar 36 ribu ton dan Light Naphtha sebesar 300 ribu ton atau
2,8 juta barel.
Pengoperasian kembali Kilang TPPI Tuban ini juga berperan penting bagi
penyediaan dan pengembangan industri petrokimia dan BBM di Indonesia. Dengan
dimulainya pengoperasian kembali Kilang TPPI Tuban ini, maka Indonesia akan
mendapat tambahan suplai produk Petrokimia maupun produk BBM dan LPG sehingga
akan mengurangi volume impor. (TW)