Gas bumi saat ini juga menjadi
salah satu andalan pendapatan negara dari subsektor migas. Mulai 2013,
pendapatan dari gas bumi masuk dalam APBN. Sebelumnya, hanya minyak bumi saja
yang masuk dalam perhitungan APBN.
â€ÂKalau hanya bicara lifting
minyak (dalam APBN), kita kusut. Sekarang gas sudah masuk dalam perhitungan
APBN, lebih cerah,†ujar Menteri ESDM Jero Wacik.
Harga gas di pasar dunia sekitar
US$ 12-18 per MMBTU. Dulu, ketika Indonesia pertama kali mengembangkan gas
bumi, harga ekspornya hanya sekitar US$
3 per MMBTU.
â€ÂDulu gas diekspor murah.
Istilahnya, masih untung ada yang beli,†imbuh Wacik.
Seiring perkembangan ekonomi
Indonesia, dalam negeri membutuhkan banyak gas. Untuk memenuhinya, Pemerintah terus mengembangkan gas baik
konvensional maupun non konvensional seperti gas metana batubara (CBM) dan shale gas. Selain tetap mengekpor gas
untuk memperoleh pendapatan negara, sebagian produksi gas dialokasikan untuk
domestik. Komposisi produksi gas untuk domestik tahun 2012, sebagaimana
dipaparkan Menteri ESDM Jero Wacik pada Raker dengan Komisi VII DPR, Senin
(18/2), mencapai 45,4%, ekspor 46,2% dan losses
8,6%.
Untuk domestik, gas
dimanfaatkan bagi pabrik pupuk, kilang, petrokimia, kondensasi, LPG, PGN, PLN,
Krakatau Steel, gas kota, industri lain, LNG domestik dan pemakaian sendiri.
Dalam menyalurkan gas untuk
domestik, Pemerintah masih terkendala infrastruktur. Apalagi sebagian lapangan
gas berada di offshore. Agar gas
dapat disalurkan ke daerah yang membutuhkannya, dibangun sejumlah proyek
infrastruktur seperti pipa gas dan FSRU. Rencananya, sebanyak 8 proyek akan
rampung pada 2014.
Sejumlah proyek pengembangan gas bumi yang terus didukung Pemerintah, antara lain Natuna D Alpha yang potensinya sekitar 46 TCF, Tangguh Train 3 8,09 TCF, Donggi Senoro 2,8 TCF dan Masela 9,18 TCF. (Tursilowulan)