Hal
itu diutarakan Dirjen Migas Kementerian ESDM A. Edy Hermantoro pada pembukaan Regional Workshop on The Changing Global Gas
Market and Uncoventional Gas di Hotel Gran Melia, Senin (6/5).
Dituturkan Edy, produksi minyak Indonesia pada tahun 1970-an mencapai lebih
dari 1 juta barel per hari dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
pengekspor minyak. Saat itu, gas belum menjadi salah satu sumber daya alam yang
dilirik. Situasinya kini berubah. Produksi gas terus meningkat, seiring
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang memerlukan banyak gas.
"Untuk memenuhi kebutuhan energi, Pemerintah Indonesia mengembangkan gas
konvensional maupun non-konvensional seperti gas metana batubara (CBM) dan shale gas," ujar Edy.
Produksi gas Indonesia, selain digunakan untuk ekspor, juga memenuhi kebutuhan
dalam negeri. Prosentase gas untuk domestik tahun 2012 mencapai 45,4%,
sedangkan ekspor 46,2%.
Produksi gas untuk domestik, selain untuk industri, juga digunakan untuk
listrik, transportasi dan rumah tangga.
Khusus pengembangan gas non-konvensional seperti CBM, sumber daya Indonesia
termasuk peringkat 5 dunia dengan jumlah lebih dari 450 TCF. Hingga saat ini,
telah ditandatangani 54 kontrak kerja sama CBM.
Sementara untuk shale gas, kontrak
kerja sama pertamanya akan dilakukan pada pertengahan Mei 2013, pada ajang
Konvensi dan Konferensi IPA ke 37 di Jakarta Convention Centre.
Dalam mengembangkan gas non-konvensional ini, diperlukan dukungan teknologi,
infrastruktur dan investasi dari dalam dan luar negeri. Untuk itu, pemerintah
memberikan insentif dan bagi hasil yang menarik serta berbagai kebijakan yang
ramah kepada investor. (TW).