Kepala
Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak, Chandra Budi dalam siaran persnya
menyatakan, dalam Peraturan sebelumnya, objek PBB Migas didasarkan pada konsep
“Wilayah Kerjaâ€Â, dimana disebutkan objek PBB Migas adalah bumi dan/atau
bangunan yang berada di dalam Wilayah Kerja atau sejenisnya terkait
pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau Panas Bumi yang diperoleh haknya,
dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama
(KKKS) dan/atau Pengusaha Panas Bumi.
Selain itu, juga ditegaskan mengenai Areal Lainnya, yaitu areal yang tidak
dikenakan PBB Migas. Areal lainnya adalah areal tanah, perairan
pedalaman, dan/atau perairan lepas pantai, di dalam Wilayah Kerja atau Wilayah
Sejenisnya yang tidak dikenakan PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1)
UU PBB dan/atau yang secara nyata tidak dipunyai haknya dan tidak diperoleh
manfaatnya oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk kegiatan usaha pertambangan
Minyak Bumi dan Gas Bumi atau Panas Bumi.
"Dengan diterbitkan Perdirjen ini, maka kepastian mengenai objek pajak
yang dikenakan PBB Migas semakin jelas. Sehingga, tidak ada lagi polemik
mengenai objek pajak yang dikenakan PBB Migas atau objek pajak yang tidak
dikenai PBB Migas," katanya. (TW)