Demikian benang merah laporan akhir kajian pemanfaatan DME
sebagai bahan bakar di Indonesia
yang disampaikan Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Saryono Hadiwidjoyo di
Gedung Migas, Kamis (15/4) sore. Hadir dalam kesempatan itu, Dirjen Migas
Kementerian ESDM Evita H. Legowo dan anggota tim kajian yang terdiri dari
Ditjen Migas, Lemigas dan PT Pertamina.
Saryono memaparkan, DME adalah senyawa bening tidak berwarna,
ramah lingkungan dan tidak beracun, memiliki CH3OCH3 dengan berat molekul 46,07
gr/mol, memiliki titik didih normal -23,7 derajat celcius. Pada kondisi ruang
yaitu 25 derajat celcius dan 1 atm, DME adalah senyawa stabil berbentuk uap
dengan tekanan uap jenuh sebesar 6,1 atm. Karakter DME memiliki kemiripan
dengan komponen LPG yaitu propan dan isobutan, sehingga teknologi handling LPG dapat diterapkan bagi LPG.
“DME merupakan bahan bakar alternatif yang potensial
menjadi solusi bagi tingginya permintaan LPG sebagai konsekuensi pelaksanaan
program konversi minyak tanah ke LPG. DME dapat menjadi substitusi LPG sebagai
bahan bakar kompor, baik sebagai campuran dalam LPG maupun 100% DME,†paparnya.
Penggunaan DME 100% dan LPG-DME 50% dedicated pada kompor khusus DME, sedangkan LPG-DME 20% dapat
menggunakan kompor LPG.
Ketersediaan batu bara berkalori rendah yang banyak
tersedia di Indonesia,
lanjutnya, cukup sustainable untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku
produksi DME. Cadangan batu bara berkalori rendah sebesar 11,54 miliar ton di
Sumatera dan di Kalimantan sebesar 7,17 miliar
ton, kurang diminati pasar internasional.
“Kami mendorong pemanfaatan batu bara kualitas rendah
sebagai bahan baku
pembuatan DME sebagai bahan bakar,†ungkap Saryono.
Diusulkan pula agar Pemerintah memberikan insentif
investasi baik fiskal maupun non fiskal untuk pengolahan batu bara kualitas
rendah menjadi DME sebagai bahan bakar.
Tim kajian juga mengusulkan agar segera diterbitkan
pengaturan dan pengawasan tentang penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga DME
sebagai bahan bakar. Termasuk juga aturan mengenai spesifikasi DME sebagai
bahan bakar.
Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi pemanfaatan DME
sebagai bahan bakar dan mendorong pihak yang menangani standardisasi metoda
pengujian agar segera mengembangkan dan menetapkan metoda-metoda pengujian yang
berkaitan dengan kompor dan aksesorisnya seperti tabung, regulator, seal dan
selang.
Pada pertemuan itu, Dirjen Migas meminta agar dilakukan
tinjauan dari sisi peraturan perundangan, jika DME dicampur dengan LPG
bersubsidi.
DME sebagai bahan bakar bakar, saat ini terutama digunakan
di Cina. Negara tersebut merupakan produsen dan pemakai DME terbesar di dunia
dengan kapasitas mencapai 3 juta ton per tahun. Pemanfaatan DME di sektor rumah
tangga telah aplikasikan di berbagai kota
dan provinsi di Cina.
Sementara DME sebagai bahan bakar transportasi yaitu
pengganti solar, telah diaplikasikan di Austria,
Amerika, Denmark,
Swedia, Korea, Cina dan Rusia. Di sektor
industri, DME sebagai bahan bakar turbin gas telah diaplikasikan di Jepang, Korea
Selatan, Cina dan India.
Khusus untuk Indonesia, telah ada satu
perusahaan yang memproduksi DME dari metanol.
DME tersebut dipasarkan dalam kemasan tabung 65 kg, 700 kg dan skid tank, kemudian digunakan sebagai aerosol propellant untuk cat, hair spray, parfum, deodorant serta pembasmi serangga.