Direktur
Pembinaan Program Migas Naryanto Wagimin dalam sambutan tertulisnya yang
dibacakan Sekretaris Badiklat ESDM Agus Cahyono Adi di Hotel Millenium, Kamis
(21/11), mengatakan, penghitungan penerimaan negara dan DBH tersebut,
didasarkan pada asumsi makro yaitu lifting minyak bumi 840.000 barel per hari,
lifting gas bumi 1240 MBOEPD, ICP US$ 108 per barel serta nilai tukar rupiah Rp
9.600 per dolar AS.
Sedangkan untuk RAPBN 2014, penghitungan penerimaan negara dan dana bagi hasil
migas didasarkan pada asumsi makro yaitu lifting minyak bumi 870.000 barel per hari,
lifting gas bumi 1240 MBOEPD, ICP US$ 105 dan nilai tukar Rp 9.750 per dolar
AS.
Naryanto mengungkapkan, perkembangan produksi migas dari tahun ke tahun
menunjukkan penurunan. Sedangkan harga minyak mentah Indonesia atau ICP
berfluktuasi. Namun demikian, target penerimaan negara sub sektor migas relatif
dapat tercapai sesuai dengan performance
masing-masing KKKS.
"Performance ini
tentunya sangat bervariasi antara KKKS yang beroperasi di suatu daerah
dengan daerah lainnya," kata Naryanto.
Dengan adanya perubahan target penerimaan dan DBH migas yang telah ditetapkan
dalam APBN-P 2013, Naryanto meminta agar pemerintah daerah lebih
mencermati lagi target APBD yang bersumber dari DBH migas.
Dana bagi hasil (DBH) migas adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan
negara bukan pajak sektor sumber daya alam (SDA) pertambangan minyak bumi dan
gas bumi.
Dasar hukum DBH SDA adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU
No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, PP No 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, PMK
06/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke
Daerah dan PMK 145/PMK.07/2013 tentang Pengalokasian Transfer ke Daerah. (TW)