Sementara di Jawa, cadangan shale gas berada di 2 basin. Demikian
juga di Kalimantan.
Dirjen Migas Kementerian ESDM
Evita H. Legowo di Hotel Sahid, kemarin petang, mengemukakan, Pemerintah
Indonesia akan mengembangkan shale gas
yang termasuk dalam gas uncoventional
karena sumber dayanya yang cukup besar. Negara yang telah mengembangkan shale gas terlebih dahulu dan cukup
berhasil adalah Amerika Serikat.
Negara yang dipimpin Barack
Obama itu, menurut Evita, yang sebelumnya harus mengimpor gas, pada tahun 2014
mendatang tidak perlu melakukannya lagi karena kebutuhannya telah dipenuhi oleh
shale gas.
â€ÂKarena Amerika sudah terbukti
(berhasil), kami akan mengembangkannya (shale
gas),†tambah Evita.
Terkait rencana tersebut,
pemerintah mulai menyusun aturan hukum untuk memfasilitasi pengembangan shale gas. Diharapkan pada tahun ini, pilot project shale gas sudah dapat
dilakukan.
Sebelumnya pada kesempatan
tersebut, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas A. Edy Hermantoro mengungkapkan,
investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan shale gas di Indonesia, sekitar US$ 8 juta per sumur. Angka ini
lebih besar dibandingkan dengan negara lain seperti Amerika Serikat yang biaya pengeboran
per sumur hanya sekitar US$ 2-3 juta, karena kondisi daerah Indonesia yang
cukup sulit.
"Di AS, biayanya hanya
sekitar US$ 2-3 juta per well. Kalau
(lapangan) kita lebih complicated. Faktor
kedalaman mempengaruhi (biaya investasi)," kata Edy.
Untuk mengebor sumur shale gas, lanjutnya, di Indonesia
diperlukan kedalaman sekitar 600 meter. Sementara di negara lain cukup 400
meter saja.
Shale gas adalah gas yang diperoleh dari
serpihan batuan shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Proses
yang diperlukan untuk mengubah batuan shale menjadi gas membutuhkan
waktu sekitar 5 tahun.