Cadangan CBM Indonesia Nomor 6 di Dunia

Demikian dikemukakan Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo pada acara seminar mengenai gas di Hotel Borobudur, pekan lalu.

Evita memaparkan, berdasarkan evaluasi yang dilakukan Advanced Resources International, Inc (ARI) tahun 2003, Indonesia memiliki cadangan CBM sekitar 400-453  TCF dan menempati posisi ke 6 di dunia. Selengkapnya hasil evaluasi ARI mengenai cadangan CBM di dunia, sebagai berikut:

  1. Rusia:  450-2.000 TCF
  2. China: 700-1.270 TCF
  3. Amerika Serikat:  500-1.500 TCF
  4. Australia/New Zealand:  500-1.000 TCF
  5. Kanada:  360-460 TCF
  6. Indonesia:  400-453 TCF
  7. Afrika bagian Selatan:  90-220 TCF
  8. Eropa bagian Barat:  200 TCF
  9. Ukraina:  170 TCF
  10. Turki:  50-110 TCF
  11. India:  70-90 TCF
  12. Kazakhstan:  40-60 TCF
  13. Amerika bagian Selatan/Meksiko:  50 TCF
  14. Polandia:  20-50 TCF.

Cadangan CBM Indonesia terutama berlokasi di Sumatera Selatan sebesar 183 TCF, Barito 101,6 TCF, Kutai 80,4 TCF dan Sumatera Tengah 52,5 TCF.

Pilot project CBM telah dilakukan Lemigas di Lapangan Rambutan pada tahun 2004. Kontrak kerja sama CBM pertama dilakukan pada tahun 2008 dan hingga September 2009, telah ditandatangani 39 KKS CBM.

”Diharapkan pada tahun 2011, sudah dapat dihasilkan listrik dari CBM. Sementara LNG dari CBM ditargetkan tercapai pada tahun 2014,” kata Evita.

CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam conventional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batu bara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batu bara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya di mana reservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.

CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batu bara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara akan keluar dari matriks batu baranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam conventional.

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.