“Hingga tahun 2015, setidaknya dibutuhkan 235
kapal lagi untuk menunjang kegiatan hulu migas,†kata Deputi Umum BPMIGAS A.S.
Rizal Asir, saat membuka workshop “Galangan Kapal Nasional dalam Mendukung
Kegiatan Hulu Migas†di kantor BPMIGAS, Jakarta, kemarin.
Rizal
mengemukakan, ke depan kegiatan di lepas pantai untuk mencari cadangan migas
baru akan semakin marak, khususnya di wilayah timur Indonesia seperti
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Hal ini mengingat cekungan-cekungan di daratan
sudah memasuki fase penurunan alami karena telah berproduksi sejak sebelum
tahun 1970.
Jenis kapal yang
beroperasi saat ini bervariasi, mulai dari kapal penunjang seperti tug boat,
crew boat, dan anchor handling tug & supply (AHTS), kemudian
kapal penampung, semisal floating storage and offloading (FPO),
floating production, storage, and offloading
(FPSO), dan floating LNG, hingga kapal untuk kegiatan proyek migas
(kategori C) semisal, pipe lay barge, drilling ship, survey vessel, dan jack
up rig.
“Kebutuhan kapal
tersebut sebisa mungkin dilakukan di dalam negeri oleh galangan kapal
nasional,†tambahnya.
Kebijakan mendahulukan
galangan kapal nasional, lanjutnya, sejalan dengan asas cabotage yang
diamanatkan Undang-undang Pelayaran bahwa kapal yang beroperasi di perairan
Indonesia harus berbendera Indonesia. “Kami berharap dalam 2-3 tahun ke depan,
telah banyak pengusaha dalam negeri yang memiliki kapal kategori C,†kata dia.
Tantangan yang
dihadapi tidak mudah. Operasi migas lepas pantai membutuhkan teknologi, modal,
dan sumber daya yang melebihi persyaratan kualifikasi lapangan migas di
daratan.
Kepala Divisi Pengadaan dan Manajemen Aset, BPMIGAS, Pandji A. Ariaz, menjelaskan, BPMIGAS mencoba menjembatani dan mempertemukan semua pihak terkait untuk menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi.
Kontraktor migas diminta membuka diri mengenai apa saja
kapal yang dibutuhkan, sementara galangan kapal dan industri penunjangnya
mengungkapkan kemampuan apa yang sudah dimiliki dan seperti apa potensi yang
bisa dikembangkan. Pihaknya juga
melibatkan perbakan nasional untuk pembiayaannya. “Dari sinergi ini akan
diketahui sejauh mana gap antara kemampuan galangan kapal nasional
dengan kebutuhan kontraktor migas,†katanya.
Menurutnya,
BPMIGAS selalu berusaha memaksimalkan penggunaan produksi dan kompetensi dalam
negeri, serta mengusahakan pelaksanaan pekerjaan dilakukan di dalam wilayah RI.
“Dukungan diberikan tanpa mengesampingkan alokasi proyek dan target produksi
yang telah ditetapkan,†kaya Pandji.
Hadir dalam
pertemuan tersebut Direktur Maritim, Kedirgantaraan, dan Alat Pertahanan,
Kementerian Perindustrian, Suryono, Kepala Divisi Manajemen Proyek, BPMIGAS,
Iwan Ratman, serta lebih dari 50 peserta workshop yang berasal dari perusahaan
galangan kapal, pemilik kapal, industri baja, perbankan nasional dan kontraktor kontrak kerja sama.