Tumpahan Minyak: Pipa Penyalur Minyak Pertamina Sesuai Standar

Jakarta, Kementerian ESDM melakukan pengecekan di lapangan terhadap terjadinya tumpahan minyak di Teluk Balikpapan pada 31 Maret lalu akibat terputusnya pipa bawah laut 20 inch.  Dari penyelidikan tersebut, diketahui bahwa pipa penyalur minyak mentah  yang dioperasikan PT Pertamina memenuhi standar sehingga dalam keadaan layak operasi.

“Pipa penyalur minyak diameter 20 inch telah sesuai dengan standar ASME/ANSI B 31.4 dan spesifikasi teknis sehingga dalam keadaan layak operasi," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR terkait penanganan tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, Senin (16/4). Hadir pula dalam rapat ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Polda Kalimantan Timur dan Direksi PT Pertamina.

Wamen menjelaskan, tumpahan minyak di Teluk Balikpapan pada 31 Maret 2018 sekitar pukul 03.00 WITA dan terjadi kebakaran pada tumpahan minyak pukul 11.00 WITA. Setelah mendapat informasi tersebut, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas selaku Kepala Inspeksi Migas mendapat Informasi dan mengirimkan Inspektur Migas ke lapangan untuk melakukan klarifikasi ke lapangan dan berkoordinasi dengan Pertamina RU V serta pihak terkait lainnya.

Setelah dilakukan pengecekan lapangan, diketahui penyebab tumpahnya minyak karena patahnya pipa penyaluran minyak mentah yang dioperasikan Pertamina dari Terminal Lawe-Lawe ke Kilang RU V Balikpapan.  Saat ini penyebab patahan sedang dlakukan penyelidikan oleh Polda Kaltim.  “Semoga aparat penegak hukum dapat menyelesaikan investigasi secara cepat dan akurat dan dapat menetapkan pihak-pihak yang bersalah untuk bertanggung jawab,” kata Arcandra.

Temuan lain di lapangan, diketahui bahwa instalasi Kilang RU V termasuk pipa penyalur minyak diameter 20 inch telah ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas) di mana tidak sembarangan orang maupun kapal dapat melintasinya.

Selain itu, pipa penyalur minyak diameter 20 inch telah ditetapkan sebagai Daerah Terbatas Terlarang (DTT). Hal ini sesuai dengan UU No 1 Tahun 1973 yang menyatakan bahwa untuk melindungi instalasi, kapal-kapal dan atau alat-alat lain terhadap gangguan pihak luar, Pemerintah menetapkan suatu Daerah Terlarang (DTT). Selanjutnya dalam PP Nomor 17 Tahun 2017, Daerah Terlarang (DTT) di mana orang, kapal dan lain-lain sejenisnya dilarang memasukinya.

“Setiap instalasi migas di perairan,  wajib ditetapkan Daerah Terbatas dan Daerah Terlarang yaitu 500 meter di setiap sisi pipa merupakan Daerah Terlarang. Adapun jarak 1.750 meter di setiap sisi pipa merupakan Daerah Terbatas dan kapal tidak boleh membuang jangkar di daerah tersebut,”jelas Arcandra.

Penetapan Daerah Terbatas merupakan hasil koordinasi  dengan kementerian dan lembaga khususnya Kementerian Perhubungan dan TNI  AL serta di lokasi tersebut diberikan penanda agar dapat diketahui oleh berbagai pihak. Keterangan mengenai DTT ini juga tertera di buku laut yang menjadi pegangan dalam setiap kegiatan pelayaran.

Dalam kesempatan itu,  Wamen ESDM juga menegaskan bahwa integritas instalasi migas tidak hanya dipengaruhi oleh kesesuaian dan pemenuhan terhadap standar tetapi juga dipengaruhi faktor eksternal atau pihak ketiga (third party damage). (TW)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.