Tiga Pokok Perubahan PP No 79 Tahun 2010

Jakarta, Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, memasuki tahap akhir. Terdapat tiga pokok perubahan dalam aturan ini, yaitu perpajakan dan biaya operasi, investasi dan kepastian hukum.

Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja dalam diskusi dengan wartawan di Gedung Migas, Jumat (9/9), memaparkan, perubahan kebijakan dalam hulu migas perlu dilakukan agar industri migas lebih menarik. Apalagi saat ini harga minyak tengah terpuruk. “Kita harus membuat regulasinya fleksibel. Dengan harga minyak yang mahal, bagian negara naik juga. Saat harga minyak murah, para KKKS haruslah mendapat insentif,” katanya.

Pokok-pokok perubahan dalam PP No 79 Tahun 2010 adalah pertama, perpajakan dan biaya operasi yang terdiri dari pemberlakuan insentif pada kegiatan usaha hulu migas, penegasan pemberlakuan prinsip block basis, perubahan terhadap biaya-biaya yang tidak dapat dikembalikan dan biaya-biaya yang dapat dikembalikan serta mengedepankan ketentuan kontrak kerja sama (KKS) sebagai dasar dalam penyelesaian perhitungan perpajakan kegiatan usaha hulu migas.

Kedua, terkait investasi yaitu pengaturan insentif pada kegiatan usaha hulu migas yang tidak terbatas pada investment credit saja, namun dapat meliputi antara lain imbalan DMO fee, depresiasi dipercepat dan tax holiday.

Ketiga, mengenai kepastian hukum yaitu penegasan ketentuan-ketentuan pada KKS yang telah ditandatangani sebelum berlakunya rancangan perubahan PP No 79 Tahun 2010, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak tersebut.

Lebih lanjut Wirat mengatakan, kegiatan eksplorasi migas perlu ditingkatkan agar cadangan migas dapat bertambah demi ketahanan energi nasional. Menurut para ahli, cekungan-cekungan di Indonesia banyak mengandung hidrokarbon.

Apabila tidak dilakukan terobosan-terobosan, maka diperkirakan di tahun-tahun mendatang Indonesia akan menjadi importir migas yang sangat besar. Prognosa Kementerian ESDM  menunjukkan, gap antara produksi migas nasional dan konsumsi, telah dimulai sejak tahun 2015. “Kalau business as usual, produksi migas ke depan akan terus turun, tetapi konsumsi naik terus. Kenaikan konsumsi sekitar 3,5-4% per tahun,” tambahnya.

Data menunjukkan, produksi minyak dan gas bumi pada tahun 2015 sebesar 2.190 ribu barel setara minyak per hari. Angka ini diperkirakan turun menjadi 1.810 ribu barel setara minyak per hari pada tahun 2020, sementara konsumsi mencapai 2.600 ribu barel setara minyak per hari. Pada tahun 2030, produksi migas sebesar 1.085 ribu barel setara minyak per hari, sementara konsumsi meningkat 3.950 ribu barel setara minyak per hari. Sedangkan tahun 2040, produksi migas diperkirakan turun menjadi 785 barel setara minyak per hari, konsumsi naik menjadi 4.550 ribu barel setara minyak per hari.  Tahun 2050, produksi migas tinggal 535 barel setara minyak per hari, sedangkan konsumsi mencapai 5.315 ribu barel setara minyak per hari.

Jika dihitung produksi khusus minya bumi, produksi saat ini yang sekitar 820.000 barel per hari, turun menjadi 550.000 barel per hari tahun 2020 dan tahun 2030 menjadi 247.000 barel per hari. Angka ini turun menjadi 128.000 barel per hari pada tahun 2040 dan 77.000 barel per hari tahun 2050. (TW)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.