Skema Gross Split Bukan Untuk Mempersulit

Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral  (ESDM) Ignasius Jonan kembali menegaskan, penerapan skema gross split bukan bertujuan untuk mempersulit satu atau lain pihak, melainkan agar kegiatan bisnis dapat berjalan fair. Skema gross split akan membuat KKKS berusaha lebih efisien karena negara tidak lagi membayar pengembalian biaya operasi hulu migas (cost recovery) kepada KKKS.

Manfaat lainnya, dengan skema gross split ini, industri dalam negeri dapat ikut lebih berperan karena harganya yang relatif lebih murah.  “Kalau berusaha efisien,  mestinya pasar dari industri dalam negeri itu lebih besar kesempatannya. Wong dia lebih murah, menurut saya,” katanya saat memberi sambutan di acara Diskusi Akhir Tahun Migas, di Jakarta, Senin (19/12).

Pemerintah juga memberikan dukungan bagi industri dalam negeri dengan memberikan insentif tambahan split bagi KKKS yang menggunakan 30% TKDN.  “Kalau gunakan TKDN berapa persen, insentifnya berapa. Misalnya 30%,  insentifnya split-nya untuk kontraktor tambah 4%, jadi riil. Kalau sekarang ini kan setengah maksa. Ini kan jadi nggak enak. Kita fair bisnis saja,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Arcandra Tahar menjelaskan,  terdapat tiga  komponen dari skema gross split yaitu  base split, variabel split dan progresif split.

Base split, Arcandra  menerangkan,  misalnya  bagi hasil 70%  untuk Pemerintah dan 30%  untuk kontraktor. Jadi bagi hasil yang ditetapkan ketika penandatanganan kontrak kerja sama.  

Variabel split dilihat dari lokasinya di mana nsentif bagi hasil KKKS tergantung  dari kondisi lapangan serta penggunaan TKDN.  

Sementara progresif split  merupakan split yang tergantung pada kondisi eksternal, seperti harga minyak dan tingkat produksi. Arcandra mencontohkan, misalnya harga minyak di bawah US$  30 per barel, maka KKKS mendapat insentif 5% split. Jika US$  30-50 per barel,  mendapat tambahan  insentif  4%.  Sebaliknya apabila harga minyak US$ 80-100, maka tambahan split-nya nol.  Dengan demikian, tidak ada lagi anggapan bahwa apabila harga minyak tinggi maka keuntungan akan ditangan KKKS.  Demikian pula apabila harga minyak rendah, maka Pemerintah dirugikan.

“Kalau oil price turun, maka kita akan kasih insentif lebih ke KKKS. Tapi kalau oil price naik, maka KKKS mengganti split back ke Pemerintah sebesar scale yang kita tetapkan. Itu yang dinamakan progresif split,” jelas Arcandra.

Sebagai informasi, Gross split adalah skema bagi hasil produksi migas, di mana split antara Pemerintah dan KKKS dilakukan tepat setelah produksi migas bruto dihasilkan. Sistem ini berbeda dengan PSC cost recovery, di mana split antara Pemerintah dan KKKS akan dilakukan setelah produksi bruto dikurangi produksi tertentu dari sebuah blok migas dan pemulihan biaya produksi migas yang dikeluarkan KKKS (cost recovery). (DK)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.