Revisi UU Migas: Hilir Migas Diatur Lebih Mendalam

Jakarta, Pemerintah dan DPR berkeinginan agar revisi UU No 22 tahun 2001 tentang Migas dapat rampung pada tahun ini. Meski revisi aturan ini merupakan inisiatif DPR, namun Pemerintah juga telah menyusun draft-nya yang antara lain mengatur secara lebih mendalam tentang kegiatan usaha hilir migas.

Sesditjen  Migas  Susyanto dalam Diskusi Terbuka RUU Migas Fraksi Hanura di Gedung DPR RI, Jumat (2/9), mengatakan, dalam UU Migas, hal-hal terkait hilir migas tidak banyak diatur. Padahal ke depan, ketergantungan kita pada kegiatan hilir migas sangat besar. “Oleh karenanya, kami sepakat hilir akan banyak diatur,” ujar Susyanto.

Lebih lanjut Susyanto memaparkan, terkait pengembangan gas bumi, untuk mempercepat pembangunan infrastruktur gas bumi, diperlukan adanya badan yang bertindak sebagai Agregator atau badan penyangga gas nasional. Diakuinya, tidak semua negara menerapkan hal ini, namun Belanda dan Brazil terbilang sukses melaksanakannya. Tugas agregator, antara lain membangun infrastruktur transmisi atau distribusi gas bumi serta melakukan agregrasi terhadap pasokan gas baik dari dalam maupun luar negeri, untuk ditetapkan Pemerintah.

Pembangunan infrastruktur yang saat ini belum masif, ungkap Susyanto, membuat harga gas menjadi tinggi. Harga gas yang tinggi di Sumatera Utara akibat minimnya infrastruktur, merupakan salah satu contohnya. Hal ini membuat industri di daerah tersebut tidak dapat bersaing dengan industri di Pulau Jawa. Blending harga diperlukan supaya harga gas hampir sama di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Susyanto juga menjelaskan mengenai rencana pembangunan cadangan strategis BBM (SPR) yang saat ini belum dimiliki Indonesia. Padahal di negara-negara lain seperti India, memiliki cadangan 14 hari, Vietnam 47 hari dan Jepang yang memiliki cadangan crude selama 83 hari dan  BBM selama 65 hari.

Diskusi terbuka ini dihadiri oleh Ketua Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon, anggota Komisi VII dari Hanura H. Inas Nasrullah Zubir. Kepala SKK Migas Amin Sunaryadi. Kepala BPH Migas Andi Sommeng, Firly Ganundito dari KADIN, Wargono Sunarto dari Asosiasi Pemboran Migas.

Inas Nasrullah memberikan masukan agar pengelolaan migas di mada depan  harus lebih mengedepankan peran negara, dari awal sampai akhir kontrak.  Selain itu, klausul ketentuan milik negara sampai titik serah, harus di-review lagi. Di sisi hilir,  pipa gas harus dikuasai negara, sehingga harga lebih bisa dikendalikan. Swasta dapat ikut berbisnis, tetapi harus ada pengawas yang  akan mengontrol persaingan usahanya.

Firly Ganundito mengusulkan dibentuknya  Badan Usaha Khusus Milik Negara sebagai pemegang kuasa pertambangan dan akan berkontrak dengan KKKS serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Firly juga mengusulkan agar cost recovery tidak dimasukkan dalam APBN dan perlunya insentif untuk kegiatan hulu dan hilir migas.

Sedangkan Wargono  Sunarto mewakili Asosiasi Pemboran Migas menyampaikan pentingnya kepastian hukum agar investasi migas tetap menarik. (AN)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.