Jakarta, Kementerian ESDM mendorong digitalisasi nozzle SPBU untuk meningkatkan pengawasan penggunaan BBM bersubsidi. Ini penting lantaran apabila tidak dilakukan pengawasan pendistribusian BBM yang baik, maka pada akhir tahun 2019 diperkirakan akan terjadi potensi over kuota bahan bakar solar.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam Rapat Kerja dengan Kokisi VII DPR, Selasa (19/3), mengungkapkan, pengawasan distribusi solar harus dilakukan karena BBM ini selain digunakan oleh kendaraan bermotor, juga industri.
"Yang penting di sini adalah pengawasan solar. Ini penting karena selain kendaraan bermotor, industri juga menggunakan bahan bakar yang sama. Pengawasannya, saya sudah sarankan kepada Kepala BPH Migas untuk memanfaatkan perjanjian dengan Polri, untuk diimplementasikan. Jadi penertiban penggunaan solar, baik dari segi pihak penyalur maupun penggunaan, harus sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," paparnya.
Selain melakukan kerja sama dengan Kepolisian RI, Kementerian ESDM juga mendorong digitalisasi nozzle SPBU. Dengan digitalisasi ini, diharapkan dapat diperoleh data terperinci penggunaan BBM bersubsidi oleh Masyarakat, termasuk juga nomor kendaraannya.
"Digitalisasi ini penting supaya bisa dicatat real time dan bisa diverifikasi dengan mudah. Misalnya yang beli solar itu plat nomernya berapa, belinya dimana. Itu mestinya bisa dan ini yang kita dorong Pertamina supaya cepat," tukas Jonan.
Badan usaha swasta yang telah melaksanakan digitalisasi nozzle adalah PT AKR. Sedangkan SPBU di bawah PT Pertamina, blm semua melakukannya.
Kuota solar dalam UU APBN 2019 ditetapkan sebesar 14,5 juta KL. Hingga 28 Februari 2019, realisasi pendistribusian solar mencapai 2,4 juta atau 17% dari total kuota. (TW)