Sembilan WK CBM Lakukan Tes Produksi

Jakarta, Pemerintah terus berupaya mendukung pengembangan Gas Metana Batubara (Coal Bed Methane). Saat ini terdapat 32 WK CBM yang aktif melakukan kegiatan migas, di mana 9 diantaranya telah melakukan tes produksi.

Ke sembilan WK tersebut adalah Sangatta  1, Sangatta 2,  Kutai 1, Sanga-Sanga, Kotabu dan  Barito di Kalimantan. Sedangkan Sekayu, Muara Enim dan Tanjung Enim berlokasi di Sumatera. Dari 9 WK  tersebut, WK Tanjung Enim sedang dalam proses evaluasi untuk produksi ( PoD I)

"Apabila (PoD I) disetujui, akan dilanjutkan dengan produksi CBM secara komersial," papar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Senin (15/10).

Kontrak WK Tanjung Enim  ditandatangani pada 4 Agustus 2009. Pemegang Participating Interest saat ini adalahDart Energy (Tanjung Enim) Pte Ltd (45%), PT Pertamina Hulu Energi Metra Enim (27.5%) dan PT Bukit Asam Metana Enim (27.5%). Perkiraan produksi gas sekitar 27 MMSCFD (209 sumur pengembangan).

Sebanyak 54 kontrak kerja sama GMB (CBM) telah ditandatangani selama periode 2008-2012. Dari jumlah tersebut, 32 WK aktif melakukan kegiatan operasi migas. Sedangkan 22 WK telah diputus kontrak kerja samanya (terminasi) karena tidak melakukan kegiatan.

Menurut Dirjen Migas, 22 WK CBM yang diterminasi tersebut tidak melanjutkan kegiatannya karena masalah keuangan. Ada pula lantaran tidak ditemukannya cadangan gas setelah dilakukan pengeboran atau pun masalah lingkungan.

"Kendala-kendala pengembangan CBM, antara lain masalah lingkungan karena luasannya cukup banyak dan sumurnya juga cukup banyak, masalah lingkungan pembuangan air dan keekonomian," kata Djoko.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM tahun 2018, potensi CBM Indonesia mencapai 72 TCF yang tersebar dalam 11 cekungan.

CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika.  CBM sama seperti gas alam konvensional yang kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM  berasosiasi dengan batubara sebagai source rock dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari batubara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya di manareservoir CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.

CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batubara (sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara akan keluar dari matriks batubaranya. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari gas alam konvensional. (TW)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.