Presiden Jokowi Resmikan Implementasi B30, Tekan Impor BBM

Jakarta, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) meresmikan implementasi pencampuran Bahan Bakar Nabati atau Biodiesel sebanyak 30% (B30) pada BBM jenis minyak solar mulai 1 Januari 2020, di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta, Senin (23/12). Program B30 merupakan upaya Pemerintah melepaskan diri terhadap energi fosil, mengurangi ketergantungan impor BBM, serta menghemat devisa negara Rp 63 triliun. Indonesia pun tercatat sebagai negara pertama yang mengimplementasikan B30 di dunia.

"Hari ini saya ingin memonitor secara khusus, dari hari ke hari, bulan ke bulan untuk implementasi Program B30. Setelah program B20, sekarang kita masuk ke B30," ungkap Presiden Joko Widodo yang dalam kesempatan peresmian ini didampingi oleh Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin, Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama dan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.

Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi dan para pejabat yang hadir menyaksikan petugas SPBU mengisikan BBM berisi B30 dari dispenser ke sebuah mobil pick up. 

Pada peresmian tersebut, Presiden meminta agar tidak berpuas diri terhadap B30, tetapi harus ditingkatkan ke B40 dan B50. Dia telah memerintahkan jajaran menteri terkait dan Dirut PT Pertamina agar melakukan uji coba B40 pada 2020 dan B50 pada tahun 2021 mendatang.

Percepatan pemanfaatan BBN untuk bahan bakar kendaraan, menurut Presiden Jokowi, dilakukan untuk mencari sumber-sumber energi baru terbarukan, sebagai upaya melepaskan diri dari ketergantungan pada energi fosil yang suatu saat akan habis. Pengembangan energi baru terbarukan juga membuktikan komitmen Pemerintah menjaga planet bumi dengan menurunkan emisi gas karbon dan meningkatkan kualitas lingkungan.

Pencampuran BBN pada BBM juga bertujuan menekan ketergantungan terhadap impor BBM, termasuk solar yang cukup tinggi. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia. Potensi itu harus didukung dan manfaatkan untuk kemandirian energi. Usaha-usaha untuk mengurangi impor solar harus terus dilakukan karena dapat menghemat devisa negara Rp 63 triliun. "Kalkulasinya jika kita konsisten menerapkan B30, ini akan dihemat devisa kurang lebih Rp 63 triliun. Jumlah yang sangat besar sekali," paparnya.

Selanjutnya, penerapan B30 ini akan berdampak pada meningkatnya permintaan domestik akan CPO (Crude Palm Oil), juga menimbulkan multiplier effect bagi sekitar 16,5 juta petani kelapa sawit di Indonesia. "Ini artinya progam B30 akan berdampak pada para pekebun kecil maupun menengah, petani rakyat yang selama ini memproduksi sawit serta para pekerja yang bekerja di pabrik-pabrik kelapa sawit," tandas Presiden.

Sebelum dinyatakan siap diimplementasikan 1 Januari 2020, Pemerintah telah melakukan uji jalan B30 secara transparan, terbuka dan obyektif. Dalam beberapa kesempatan, sejumlah media juga diundang untuk turut serta dalam uji jalan. Selain itu, dilakukan sosialisasi ke beberapa lokasi.

Beberapa hasil uji jalan  B30 yaitu pertama, tidak ada perbedaan yang siginifikan antara penggunaan B20 dan B30 terhadap hasil uji pelumas.

Kedua, terkait kinerja kendaraan yang menggunakan B30, dinyatakan bahwa daya turun sampai dengan 1,5% dan naik sampai dengan 1,6% tergantung dari teknologi engine kendaraan, fuel economy turun sampai dengan 3,6% dan naik sampai dengan 2,6%, tergantung dari teknologi engine kendaraan, emisi gas buang CO lebih rendah berkisar 0,1-0,2 g/km terhadap ambang batas yaitu 1,5 g/km, emisi THC mengalami penurunan sampai 46% dan kenaikan sampai dengan 9,9% dan emisi NOx naik sampai dengan 5,6%.  Selain itu, edisi PM lebih rendah berkisar 0,01-0,06 g/km terhadap ambang batas 0,17 g/km dan kendaraan baru atau yang sebelumnya tidak menggunakan biodiesel cenderung mengalami penggantian filter lebih cepat di awal penggunaan B30, namun sesudahnya kembali normal.

Terakhir, mengenai rating komponen dinyatakan bahwa scratch yang terjadi pada piston kendaraan yang menggunakan bahan bakar B20 maupun B30 dianggap sebagai hal yang wajar oleh seluruh pihak APM. Scratch tersebut juga bukan disebabkan oleh bahan bakar.  

Untuk mendukung program ini, pada Senin (16/12), telah dilakukan penandatanganan  kontrak kerja sama pengadaan bahan bakar nabati (BBN) atau biodiesel jenis FAME. Penandatanganan kontrak pengadaan BBN dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dengan 18 Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) yang ditunjuk Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Badan usaha tersebut di antaranya, PT Sinarmas Argo Resources and Technology, PT Sinarmas Bio Energy, PT Batara Elok Semesta Terpadu, PT LDC Indonesia, PT Tunas Baru Lampung, PT Ciliandra Perkasa, PT Darmex Biofuels, PT Bayas Biofuels, Kutai Refinery Nusantara, PT Cemerlang Energi Perkasa, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Pertama Hijau Palm Oleo, PT Intibenua Perkasatama, PT Sukajadi Sawit Mekar, PT Musim Mas, PT Multinabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Kesepakatan ini berlangsung selama satu tahun yaitu Januari–Desember 2020. Terdapat 28 titik penerimaan BBN untuk B30 yaitu Medan, Dumai, Siak, TLK Kabung, Plaju, Panjang, Tanjung Gerem, Bandung Group, Tanjung Uban, Jakarta Group, Cikampek, Balongan, Tasikmalaya Group, Cilacap Group, Semarang Group, Tanjung Wangi, Surabaya, Tuban, Boyolali, Rewulu, Bitung, Balikpapan Group, Kasim, Kotabaru Group, Makassar, Manggis, Kupang, dan STS Pontianak. (TW)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.