Jakarta, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral c.q Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menyelenggarakan acara Migas Goes To Campus (MGTC) di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta, Jumat (25/5), dengan tema: Migas Sebagai Penggerak Pembangunan Nasional dan Pengawasannya.
Tampil sebagai pembicara adalah Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto, Wakil Ketua Bidang Akademik Brigjend Pol. Fiandar. Hadir pula Sesditjen Migas Budiyantono, Kepala Bagian Hukum Ditjen Migas Safriansyah, para dosen dan mahasiswa S1 dan S2 STIK.
Dirjen Migas Djoko Siswanto pada kesempatan ini menyampaikan paparan mengenai paradigma baru migas di Indonesia, Kebijakan Energi Nasional, filosofi dasar pengusahaan migas, hulu dan hilir migas serta ketentuan pidana migas.
Dikatakan Djoko, minyak dan gas bumi memiliki peran penting bagi kehidupan sehari-hari, masyarakat, industri serta penerimaan negara. Lantaran sifatnya yang tidak terbarukan, maka pengelolaannya harus dilakukan secara tepat agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.
Pada masa silam, jelas Djoko, energi merupakan sumber penerimaan negara. Energi dikembangkan di daerah yang banyak penduduknya, serta banyak polusi. Saat ini, energi merupakan salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi, manusia mendekati sumber energi serta digiatkannya energi bersih.
Pengembangan industri migas memiliki ciri khas yaitu memerlukan modal besar, teknologi canggih dan resiko yang lebih besar. Tantangan pengembangan migas Indonesia saat ini antara lain, aktifitas kegiatan migas yang semula banyak dilakukan wilayah barat, kini beralih ke wilayah timur Indonesia. Kegiatan migas di timur Indonesia ini mayoritas terletak di lepas pantai (offshore) dan laut dalam. Tantangan lainnya adalah bagaimana meningkatkan cadangan dan produksi serta pengembangan gas non konvensional yaitu CBM dan shale gas. “Sebanyak 91% pengelolaan migas berlokasi di bagian barat Indonesia dan baru 9% di wilayah timur,” katanya.
Lebih lanjut Djoko menjelaskan, apabila tidak ada penemuan baru, maka cadangan minyak Indonesia hanya cukup untuk 12 tahun. Oleh karena itu, Pemerintah berupaya keras untuk menggenjot agar kegiatan ekplorasi dan eksploitasi migas semakin meningkat. Salah satu caranya adalah dengan menawarkan skema bagi hasil gross split.
“Dengan skema gross split, memberikan hasil keekonomian yang sama atau bahkan lebih baik dari skema gross split. Skema ini juga akan mempercepat 1-2 tahun tahapan pengembangan lapangan karena sistem pengadaan yang mandiri dan tidak memerlukan persetujuan AFE di SKK Migas. Selain itu juga mendorong industri migas lebih kompetitif dan meningkatkan pengelalaan teknologi, SDM, sistem dan efisiensi biaya operasi,” jelasnya.
Penawaran wilayah kerja migas yang menggunakan skema gross split mendapatkan respon yang positif dari investor. Tahun 2018 ini, sebanyak 9 WK migas telah laku. Padahal tahun 2015-2016, WK migas sepi peminat.
Upaya lainnya yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan investasi migas, mendukung pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja adalah melalui pemangkasan perizinan dan birokrasi. Khusus di subsektor migas, Kementerian ESDM telah memangkas 18 regulasi dan 23 perizinan, SKK Migas memangkas 12 regulasi dan BPH Migas memangkas 3 perizinan.
Sementara di hilir migas, untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, Pemerintah juga akan membangun 2 kilang minyak baru di Tuban dan Bontang serta 4 pengembangan kapasitas kilang eksisting di Cilacap, Balikpapan, Dumai dan Balongan.
Sedangkan untuk menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia, Pemerintah mencanangkan Program BBM Satu Harga, Hingga tahun 2017, sebanyak 57 lembaga penyalur sudah terbangun di daerah 3T yaitu tertinggal, terdepan dan terluar. “Melalui program ini, masyarakat di daerah 3T dapat menikmati harga BBM yang sama dengan di Jawa,” tambahnya.
Pemerintah juga melaksanakan Program Konversi BBM ke LPG 3 kg dengan sasaran rumah tangga dan usaha mikro. Program ini bertujuan untuk diversifikasi pasokan energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM, efisiensi anggaran Pemerintah, mengurangi penyalahgunaan minyak tanah bersubsidi serta menyediakan bahan bakar yang praktis, bersih dan efisien.
Pembangunan jaringan gas kota (jargas), juga merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan menggunakan jargas, dapat mengurangi biaya rumah tangga Rp 90.000 per bulan per keluarga serta lebih praktis, bersih dan aman dibandingkan tabung LPG 3 kg.
MGTC di STIK ini menurut Djoko Siswanto sangat tepat karena kegiatan migas banyak terkait dengan pihak kepolisian, terutama mengenai pengawasan distribusi BBM. “Kita memberikan kuliah umum mulai dari eksplorasi hingga sampai ke masyarakat karena peran kepolisian sangat pentiung untuk mengawasi, mengawal agar migas dapat sampai ke masyarakat yang membutuhkan. Dan kalau ternyata terjadi penyalahgunaan, pihak kepolisian yang akan berdiri paling depan. Sangat baik kalau kita saling mengisi dan memberi informasi kendala-kendala apa yang dihadapi kepolisian dan memberikan masukan juga bagi Pemerintah dari segi aturan serta sanksi bagi yang melanggar,” ujar Djoko.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Bidang Akademik Brigjend Pol. Fiandar. “MGTC ke kampus STIK merupakan langkah positif. Kami sebagai kepolisian, tentunya perlu mendapat informasi dari berbagai kelembagaan dan kementerian lain terutama Kementerian ESDM tentang bagaimana mereka bekerja. Informasi ini menjadi bahan baku bagi kami untuk melakukan pengamanan, pencegahan dan penindakan. Banyak hal-hal teknis di lapangan yang kita tidak tahu. Dengan adanya infomasi seperti ini, kita dapat saling mengisi,” paparnya.
Migas Goes to Campus merupakan agenda rutin Ditjen Migas KESDM sejak tahun 2015 dan telah diselenggarakan di berbagai universitas seperti Universitas Gajah Mada dan Universitas Indonesia. MGTC diharapkan dapat menjadi jembatan Pemerintah dengan civitas akademisi untuk menentukan kebijakan yang baik dan adil dalam pengelolaan migas Indonesia. (NOK)