Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) tengah menyiapkan kerangka peraturan Carbon Capture and Storage (CCS) di luar kegiatan hulu minyak dan gas bumi untuk mendukung penurunan emisi dari industri lain. Penguatan kerangka peraturan ini juga memungkinkan Indonesia menjadi CCS Hub di kawasan Asia Tenggara.
Sebelumnya, di tahun 2023, Pemerintah telah memilki perangkat peraturan berupa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Carbon Capture and Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) pada Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi. Peraturan ini diharapkan dapat menjadi tonggak pencapaian target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat lagi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif yang diwakili Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji pada pembukaan acara 1st International & Indonesia CCS Forum 2023, Senin (11/9) mengungkapkan bahwa minyak dan gas (migas) akan tetap kritis di masa transisi energi. Indonesia telah menetapkan target produksi migas nasional pada tahun 2030, dan pada sisi yang sama berupaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca untuk pencapaian NZE. Dengan kedua target tersebut, CCS/CCUS dapat menjadi penggerak karena mampu meningkatkan produksi migas melalui CO2-Enhanced Oil Recovery (EOR) Atau Enhanced Gas Recovery (EGR) sekaligus mengurangi emisi secara signifikan.
Pada forum Internasional bertajuk “Pioneering The Energy Landscape Decarbonization Future: Harnessing The Power Of CCS Globally For a Cleaner Future And Economic Growth” tersebut, Tutuka juga mengungkapkan bahwa saat ini terdapat lima belas proyek CCS/CCUS di sektor minyak dan gas yang sedang dalam tahap studi.
“Saat ini, lima belas proyek CCS/CCUS di sektor minyak dan gas sedang dalam tahap studi dan salah satunya sedang menyediakan feed. Proyek-proyek ini memerlukan investasi teknologi dan kolaborasi keuangan, “ imbuh Tutuka.
Berdasarkan hasil sementara kajian ini, potensi simpanan pada reservoir migas adalah sekitar empat koma tiga puluh satu (4,31) giga ton CO2, tidak termasuk potensi simpanan pada saline aquifer. Potensi kapasitas penyimpanan yang sangat besar ini dapat dimanfaatkan lebih cepat untuk mendukung pengurangan emisi baik secara lokal dan regional.
Pada gelaran forum Internasional tersebut, Tutuka juga mengungkapkan bahwa di kawasan Asia-Pasifik seperti Pemerintah Jepang dalam Rencana Energi Strategisnya menyatakan untuk mencapai emisi NZE pada tahun 2050, di mana CCS memiliki peran penting. Di Tiongkok, Dewan Negara Tiongkok juga telah mengeluarkan lebih dari 10 kebijakan dan pedoman nasional untuk mempromosikan CCS. Selain itu, pemerintah Thailand juga mengindikasikan bahwa mereka juga akan mengembangkan undang-undang setempat. Bahkan Indonesia dan Malaysia juga telah mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan undang-undang penyimpanan karbon dioksida secara geologis.
“Indonesia tetap menjadi pendukung CCS dan tampaknya menjadi pelopor penerapan CCS di Asia Tenggara. Visi luas CCS Indonesia adalah memberikan pengurangan tingkat proyek, sekaligus membuka peluang bagi negara untuk menjadi fasilitas penyimpanan di kawasan tersebut,“ ungkap Tutuka optimis.
Lebih lanjut, Tutuka mengatakan bahwa negara Kanada, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia memiliki kebijakan terkait CCS terbaik. Penerapan CCS di negara-negara tersebut dilakukan dengan memberikan tingkat insentif yang lebih besar bagi investasi sektor swasta sehingga kegiatan CCS lebih maju dan mapan. Hal ini dapat menjadi pembelajaran untuk memperkaya perbaikan regulasi CCS khususnya di Indonesia.
Menurutnya, mengembangkan kebijakan dan menetapkan peraturan tentang CCS sangatlah menantang. Dengan demikian pada forum yang menghadirkan narasumber dari berbagai stakeholders di kawasan ASEAN tersebut, Pemerintah Indonesia perlu mendengar dan belajar dari pihak lain untuk memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang CCS.
“Kami berharap forum ini dapat meningkatkan kesadaran akan potensi CCS dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya bagi Indonesia dalam memenuhi NZE pada tahun 2060. Ini juga merupakan peluang yang baik jika kita dapat mengoptimalkan potensi Indonesia sebagai hub pengembangan CCS di masa depan di Kawasan Asia Tenggara” pungkas Tutuka.
Selain pengembangan CCS/CCUS, komitmen Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim dan penguarangan emisi gas rumah kaca juga ditunjukkan dalam beberapa program seperti konversi pembangkit listrik tenaga diesel ke gas yang akan dilaksanakan di 47 lokasi dengan total kapasitas 3.220 Mega Watt. Dekarbonisasi juga dilakukan di sektor transportasi melalui mandatori biofuel B35 yang diterapkan sejak Februari 2023. Implementasi program kendaraan listrik juga dipercepat dengan memberikan insentif bagi sepeda motor listrik.
(RAW)