“Berdasarkan SK Dirjen Migas bahwa sulfur untuk CT nomor 48 dan solar nomor 51 maksimum kandungan sulfurnya 3.500 ppm. Tapi karena saat itu diumumkan pelakunya belum siap, maka diberi waktu hingga 16 Maret 2007. Khusus untuk solar industri baru berlaku tahun depan,” kata Erie Soedarmo, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Ditjen Migas, Kamis (8/3).
Sebagai tindak lanjut dari SK tersebut, Ditjen Migas akan mengirimkan
Menurut Erie, yang akan terkena dampak jika aturan ini diberlakukan adalah industri, karena harga akan menjadi lebih mahal. Selisih harga dari solar dengan tingkat sulfur 5.000 ppm dan 3.500 ppm dapat mencapai US$ 3-4 per barel.
Untuk diketahui, sulfur dalam bahan bakar solar secara alami berasal dari minyak mentah dan apabila tidak dihilangkan dalam proses pengilangan, maka sulfur akan mengkontaminasi bahan bakar kendaraan. Sulfur dapat memberikan pengaruh siginifikan terhadap usia mesin dan sangat signifikan terhadap keberadaan emisi artikulat. (sumber: detik.com)