Perbaikan Regulasi dan Kepastian Kontrak, Kunci Perbaikan Iklim Investasi Migas Nasional

Berita



Jakarta,
Pemerintah berkomitmen untuk terus memperbaiki iklim investasi di sektor hulu migas. Hal ini dilakukan demi menjaga keberlanjutan produksi nasional, yang sangat krusial di tengah tantangan global dan domestik.

Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Noor Arifin Muhammad dalam acara Bisnis Indonesia Forum bertema "Mengawal Keberlanjutan Produksi Migas Nasional" pada Kamis (9/10) menyampaikan bahwa berbagai langkah strategis dan perubahan regulasi yang sedang didorong Pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi migas.

“Pemerintah tengah mengupayakan penerbitan Undang-Undang Migas yang baru sebagai fondasi utama perbaikan. Sambil menunggu UU baru, berbagai upaya perbaikan telah dilakukan di tingkat regulasi dan fiskal. Poin yang paling utama yang tadi sudah tertulis juga itu adalah penerapan assuming discharge, itu tuh betul-betul pasti akan sangat fundamental sekali dan insyaAllah akan segera tergerakkan," pungkas Noor.

Selain itu, reformasi fiskal yang bertujuan memberikan kemudahan juga dilakukan, salah satunya seperti penyederhanaan Gross Split, aturan Gross Split yang tadinya memiliki 13 faktor penambah split kini disederhanakan menjadi 3 faktor, bertujuan untuk lebih menggerakkan investasi.

“Pemerintah juga tengah mengintensifkan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memasukkan biaya kegiatan Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) sebagai cost yang dapat di-recover. Selain itu juga penerapan prinsip country business dalam perhitungan fiskal juga dipertimbangkan untuk membantu keekonomian wilayah kerja, terutama bagi anak perusahaan Pertamina yang mengelola lapangan-lapangan kecil,” papar Noor.


Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno pada kesempatan yang sama juga menyampaikan bahwa ada peluang pembahasan Undang-Undang Migas dibahas di Badan Legislatif, ini bisa lebih cepat karena ada kegentingan di sektor Migas yang harus dipenuhi di sisi produksi migas.

“Percepatan pembahasan revisi UU Migas menjadi keniscayaan demi memberi payung hukum akselerasi industri migas. Reformasi regulasi migas diperlukan untuk meningkatkan public acceptance dari pelaku usaha dan konsumen serta menciptakan iklim investasi yang kondusif dari hulu ke hilir,” pungkas Eddy.

Terkait perizinan sektor migas, Noor menekankan filosofi deregulasi, pengaturan yang paling baik itu adalah tidak mengatur yang tidak perlu. Pihaknya juga menyampaikan bahwa untuk mempercepat proses perizinan di internal Ditjen Migas, diterapkan Key Performance Indicator (KPI) yang sangat ketat.

"Kalau di Direktorat Teknik, kita punya KPI. Jadi, kalau lima hari tidak ada itu, kita sudah sampaikan ke yang nge-apply izin, bahwa pengajuannya itu diterima atau ditolak. Standar layanan yang transparan dan online ini diharapkan terus terbangun untuk memperbaiki iklim berusaha,” tambah Noor.


Terkait isu transisi energi, Noor memastikan bahwa sektor migas tetap menjadi prioritas utama dan peran fossil fuel masih sangat penting sebagai tumpuan untuk base load energi di Indonesia karena kemampuannya beroperasi secara konstan. Upaya sektor migas terkait green energy saat ini berfokus pada manajemen energi dan efisiensi proses untuk menurunkan emisi.

Perbaikan dalam hal fiskal, kepastian hukum, dan kolaborasi antar-lembaga menjadi agenda utama Pemerintah untuk memastikan industri migas tetap atraktif, kompetitif, dan mampu menjaga ketahanan energi nasional. (KDB)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo Jl. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 12910
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2025. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.