Pemerintah Tingkatkan Koordinasi Demi Kemajuan Migas Non Konvensional

Bandung, Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait serta stakeholder agar pengembangan migas non konvensional dapat bergerak cepat. Potensi migas non konvensional di Indonesia yang cukup besar, juga harus didukung penggunaan teknologi baru yang tepat guna.

Demikian benang merah Sarasehan Migas Non Konvensional  dengan tema “Masa Depan Migas Non Konvensional Indonesia” di Hotel Savoy Homann, Bandung, Jumat (18/11). Hadir dalam acara ini, Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja, Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Penerimaan Negara Astera Primanto, Direktur Hulu PT Pertamina Syamsu Alam, Deputi Pengedalian dan Perencanaan SKK Migas Gunawan Sutadiwiria dan Moshu Rizal Husin dari IPA.

Dalam diskusi juga mengemuka perlunya dilakukan peningkatan riset dan update serta olah data hasil riset serta eksplorasi migas non konvensional dari berbagai pihak, pengeboran secara masif serta fleksibilitas pada kegiatan eksplorasi.

Selain itu, perlu adanya pembuktian kemampuan produksi di WK Migas non konvensional yang paling produktf, penyederhanaan perizinan dan pemberian insentif fiskal dan kontrak bentuk baru yaitu gross split sliding scale.

Menanggapi hal tersebut, Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan, Pemerintah telah menetapkan Permen ESDM Nomor 38 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengusahaan Migas Non Konvensional.  Tujuan aturan ini adalah memberikan kesempatan pada kontraktor migas non konvensional yang benar-benar berniat mengembangkan lapangannya dengan memberikan kelonggaran dalam pengembangan lapangan.

"Dengan Permen itu sebenarnya sudah cukup untuk mempermudah pengembangan migas non konvensional. Namun mungkin kita perlu menyatukan bahasa agar pengembangan migas non konvensional bisa lebih cepat," katanya.

Lebih lanjut Wirat mengatakan, berdasarkan data Kementerian ESDM, pada saat ini terdapat gap antara produksi migas konvensional dengan konsumsi. Gap ini diibaratkan seperti mulut biaya yang semakin lama semakin besar karena produksi minyak terus menurun, sementara kebutuhan menanjak tinggi. Jika tidak ada penemuan baru yang besar, maka pada tahun 2020, produksi minyak tinggal 400.000-500.000 barel per hari dan tahun 2050 tinggal 77. 000 barel per hari.

Dengan adanya perkiraan tersebut, Pemerintah berkeinginan agar pengembangan migas non konvensional dapat ditingkatkan sehingga mampu mengisi gap antara produksi dengan konsumsi. "Bagaimana agar (cadangan) migas non konvensional bisa menjadi riil (kenyataan) sehingga menutupi gap, ini tugasnya ada di pundak kita semua," tambah Wirat.

Wirat menilai perlu adanya action plan dan roadmap agar migas non konvensional dapat berkembang dengan baik sehingga memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sebagaimana diketahui, sumber daya migas non konvensional di Indonesia cukup menjanjikan, di mana cadangan shale gas sebesar 574,07 TCF dan CBM 453,3 TCF.

Pengembangan migas non konvensional memiliki karakteristik yang berbeda dengan konvensional di mana keberhasilan eksplorasi menjadi salah satu kunci sukses utama. Pada migas non konvensional karena sumber daya karena sumber daya alam sudah teridentifikasi, isu utamanya adalah apakah cukup ekonomis memproduksikan akumulasi lapisan tersebut. Aplikasi teknologi perekahan (fracturing) dan pemboran horizontal yang umum digunakan pada sumur migas konvensional merupakan terobosan dalam rangka memproduksikan akumulasi migas non konvensional.

Migas non konvensional yang telah berhasil dikembangkan salah satunya di Amerika Serikat (AS) sejak tahun 2006 di mana produksi shale gas meningkat luar biasa yang berakibat pada turunnya harga gas. Sementara untuk minyak non konvensional, tambahan pasokan berasal dari shale/tight oil di Amerika Serikat dan oil sand/tar sand di Kanada. Keberhasilan ini membuat kedua negara tersebut diperkirakan menjadi salah satu dari 5 besar produsen minyak dunia.

Minyak dan gas bumi non konvensional di Indonesia baru dikembangkan pada tahun 2008 dengan penandatanganan WK Sekayu. Hingga tahun 2016, telah ditandatangani 54 kontrak CBM dan 6 kontrak shale gas. Namun pengembangan migas non konvensional belum menunjukkan perkembangan yang berarti, bahkan cenderung stagnan karena rendahnya pemenuhan komitmen pasti. Sebanyak 4 WK CBM telah diterminasi karena tidak melakukan komitmen pasti dan 3 WK CBM sedang dalam proses terminasi. (TW)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.