Revitalisasi Museum Migas Gawitra Menuju Kelas Dunia

Jakarta,  Pemerintah mendukung rencana revitalisasi Museum Minyak dan Gas Bumi “Graha Widya Patra (Gawitra)” yang berlokasi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Revitalisasi ini penting untuk meningkatkan kualitas museum dalam melayani masyarakat sesuai dengan fungsinya, sehingga dapat menjadi tempat yang dirasakan sebagai kebutuhan untuk dikunjungi. Revitalisasi juga diharapkan dapat menjadikan Museum Gawitra relevan dengan perkembangan masa kini dan bertaraf internasional.

Demikian benang merah Forum Group Discussion (FGD) dengan topik “Revitalisasi Pengelolaan Museum Minyak dan Gas Bumi Graha Widya Patra: Menuju World Class Oil and Gas Museum”, di Hotel Luwansa, Senin (28/10). Hadir dalam acara ini, Sesditjen Migas Iwan Prasetya Adhi, Sekretaris Balitbang ESDM Yuli Rahwati, Sigit Gunarjo, Plh.  Direktur Penelitian, Pengembangan dan Budaya  Badan Pengelola TMII, serta  Dedah Rufaedah Sri Handari, Kepala Subdirektorat Permuseuman pada  Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hadir pula, Masruh, Kepala Bagian BMN Kementerian Setneg dan Kepala Bagian Umum, Kepegawaian dan Organisasi Ditjen Migas Mukti Yunarso serta undangan lainnya.

Sesditjen Migas pada pertemuan ini mengungkapkan, saat ini Museum Gawitra tidak beroperasi karena sejumlah persoalan. Namun demikian, Pemerintah c.q Kementerian ESDM telah mulai menginventarisir penyelesaian permasalahan tersebut agar museum ini dapat dikembali dikunjungi masyarakat. “Satu persatu persoalan mulai kita inventarisir agar museum ini dapat dikelola dan menarik bagi pengunjung, disesuaikan dengan perkembangan generasi saat ini atau yang dikatakan generasi milenial,” ujar Iwan.

Keberadaan Museum Migas Gawitra diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat, termasuk generasi muda mengenai perkembangan migas di Indonesia serta pemanfaatannya.

“Sebetulnya minyak tidak akan ditinggalkan hingga 30 tahun ke depan. Artinya,  masih sangat relevan bagi  generasi sekarang untuk melihat perkembangan sejarah masa lalu migas, sampai dengan nanti ada teknologi baru untuk menggali migas agar minyak ini bisa dijadikan komoditas utama di Indonesia. Cadangan migas masih banyak di Indonesia, namun belum tergali. Kita ingin memodernkan museum, supaya bermanfaat bagi generasi saat ini,” papar Iwan.

Museum Gawitra sejak diresmikan pertama kali 20 April 1989 oleh Presiden RI kedua, Soeharto, pengelolaannya telah beberapa kali berpindah instansi, antara lain PT Pertamina. Sejak 11 Juni 2018 hingga saat ini,  museum ditutup sementara dan menunggu proses kepengelolaannya oleh Kementerian ESDM

Kepala Bagian BMN Kementerian Setneg, Masruh, menyampaikan, tanah  seluas 36.256 meter  yang di atasnya berdiri Museum Gawitra merupakan aset Setneg. Sementara bangunan merupakan aset Kementerian ESDM dan pengelolaannya dilakukan oleh Badan Pengelola TMII.

Setneg telah mengeluarkan izin penggunaan lahan oleh Kementerian ESDM. Sebagai tindak lanjutnya, disusun draft perjanjian penggunaan sementara yang harus ditandatangani kedua belah pihak.

“Dengan adanya pertemuan ini,  diharapkan kita bisa segera menindaklanjuti perjanjian penggunaan sementara tersebut,  sehingga untuk pengelolaan ke depan, antara Setneg dan Kementerian ESDM tidak ada  masalah  administrasi,” ungkap Masruh.

Rencana awal, Museum Migas Gawitra  dibangun untuk memperingati 100 tahun pengusahaan migas di Indonesia. Desain bangunan menyerupai anjungan minyak lepas pantai (offshore platform) dengan danau buatan di sisi depan. Museum ini merupakan salah satu tujuan utama para pengunjung TMII pada saat masih beroperasi.

Menurut Sigit Gunarjo, Plh.  Direktur Penelitian, Pengembangan dan Budaya  Badan Pengelola TMII, arsitektur Museum Gawitra bergaya  modern, megah dan indah, telah memenuhi syarat sebagai museum kelas internasional. Museum ini dilengkapi teknologi yang modern pada masanya dan mayoritas koleksinya  merupakan koleksi asli. Kelebihan lainnya, banyak memiliki lokasi yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik.

Lebih lanjut Sigit mengungkapkan, museum merupakan barometer perubahan sosial dan budaya. Peran masa depan museum dalam konteks  budaya lokal dan global dipertanyakan dan dibentuk kembali. Untuk bertahan hidup dan berkembang, museum harus beradaptasi memenuhi kebutuhan audiens tanpa mengabaikan misi museum. “Untuk itu Museum Gawatira perlu melakukan re-konteks narasi. Membangun museum artinya membangun narasi,” katanya.

Selain mengharapkan informasi dan pengetahuan, pengunjung juga ingin mendapatkan pengalaman yang menyenangkan serta keterlibatan aktif di museum.  Globalisasi budaya dan kedekatan media sosial dan komunikasi elektronik telah secara signifikan memajukan cara museum menyajikan materi pelajaran untuk audiens mereka. Teknik-teknik pameran yang terus berkembang, memungkinkan museum menghadirkan banyak sudut pandang dan untuk mendidik atau menantang pengunjung.  “Tim re-design Museum Gawitra harus menemukan cara inovatif untuk lebih melibatkan pengunjung museum,” imbuh Sigit.

Tantangan lain yang dihadapi untuk menjadikan Museum Gawitra berkelas internasional adalah harus dapat menjadi pusat budaya baru bagi komunitas.

Sementara Dedah Rufaedah Sri Handari, Kepala Subdirektorat Permuseuman pada  Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memaparkan, berdasarkan PP Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum, dinyatakan bahwa museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan koleksi dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.

Revitalisasi museum terdiri dari beberapa aspek yaitu fisik, manajemen, program, pencitraan, kebijakan dan jaringan. Dasar dalam pengembangan museum adalah setiap orang berhak untuk berekspresi, mendapatkan perlindungan atas hasil ekspresi budayanya, berpartisipasi dalam pemajuan kebudayaan, mendapatkan akses informasi mengenai kebudayaan, memanfaatkan sarana dan prasarana kebudayaan dan memperoleh manfaat dari pemajuan kebudayaan untuk meningkatkan kesejahteraan.

“Sarana dan prasarana kebudayaan adalah fasilitas penunjang terselenggaranya aktivitas kebudayaan, antara lain, museum, ruang pertunjukan, galeri, sanggar, bioskop publik, perpustakaan, taman kota, kebun raya, gelanggang dan taman budaya. Dengan demikian, museum sebagai ruang publik untuk pemajuan kebudayaan, tentu peran strategisnya diharapkan bisa menjadi penopang dalam berkegiatan kebudayaan,” ungkap Dedah.

Dikatakan, konsep museum modern yaitu teknis pemasaran sesuai zaman, terintegrasi dengan teknologi, terintegrasi dengan daerah 3T, sesuai perkembangan pendidikan, memiliki koleksi 3D, sesuai karakteristik domilisi museum, memiliki program publik, memiliki spot foto dan memiliki ruang diskusi. Promosi yang baik,  memungkinkan museum menarik orang untuk datang.  Pada era digital saat ini, penggunaan media sosial sangat efektif untuk menarik pengunjung

Prinsipnya,    museum    dibangun    untuk kebutuhan publik yang terus berkembang sesuai kemajuan zaman, teknologi, pergerakan sosial, dan sebagainya.  “Tentunya museum ke depan perlu  melakukan pembaharuan-pembaharuan  pula, baik dalam hal manajemen, kuratorial, display dan tata pamer, termasuk arsitektur bila perlu, juga dalam  hal publikasi dan program kegiatan. Jika hal ini tidak dilakukan maka museum akan ditinggalkan oleh masyarakat karena dianggap hanya menyimpan benda-benda  pusaka, ketinggalan jaman, tidak menarik  dan tidak lagi dikunjungi,” papar Dedah.  (KDB)

 

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.