Menteri ESDM Tetapkan Permen ESDM Tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Liquefied Petroleum Gas

Jakarta, Menteri ESDM Ignasius Jonan tanggal 21 Februari 2018 telah menetapkan Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Kegiatan Penyakuran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Liquefied Petroleum Gas.

Menurut Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Harya Adityawarman di Gedung Migas, Kamis (1/3), menyatakan, penetapan aturan ini merupakan salah satu terobosan yang dilakukan Pemerintah untuk menyederhanakan perizinan.

“Dulu untuk sampai menunjuk penyalur (BBM) butuh waktu 6 bulan. Sekarang untuk menjadi penyalur itu,  sudah tidak perlu Surat Keterangan Penyalur. Hanya badan usaha sendiri yang menunjuk dan melaporkannya ke Ditjen Migas. Nanti Ditjen Migas yang akan memasukkan (nama penyalur) dalam website.

Penetapan Permen ini,  Menteri ESDM dalam pertimbangannya menyatakan bahwa untuk kelancaran pelaksanaan pendistribusian Bahan Bakar Miiyak, Bahan Bakar Gas, dan Liquefied Petroleum Gas di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyederhanakan perizinan usaha untuk mendorong investasi, perlu dilakukan penataan pengaturan kegiatan penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan Liquefied Petroleum Gas.

Penyalur

Pasal 2 ayat 1  menyatakan, BU (badan usaha) Niaga Migas dapat melakukan pendistribusian melalui penyalur.

Selanjutnya dalam ayat 2, BU Niaga Migas dalam menyalurkan BBM, BBG dan LPG untuk pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi dan rumah tangga wajib menyalurkannya melalui Penyalur yang ditunjuk BU Niaga Migas melalui seleksi.

“Pengguna skala kecil dan pelanggan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan konsumen yang menggunakan BBM, BBG dan LPG sebagai bahan bakar dan yang tidak menguasai atau mempunyai fasilitas dan sarana pelabuhan dan/atau tidak menguasai receiving terminal,” demikian bunyi ayat 3.

Dalam ayat 7, BU Niaga Migas dalam melakukan penunjukan Penyalur wajib menjamin keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3 mengatur bahwa BU Niaga Migas dalam menunjuk Penyalur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib mengutamakan koperasi, usaha kecil, dan/atau badan usaha swasta nasional yang terintegrasi berdasarkan perjanjian kerja sama antara BU Niaga Migas dan Penyalur.

Dalam perjanjian kerja sama tersebut, paling sedikit memuat kewajiban:

  1. BU Niaga Migas untuk menjamin kesinambungan penyaluran BBM, BBG, dan LPG.
  2. Penyalur untuk memiliki danlatau menguasai sarana dan fasilitas pada wilayah penyalurannya sesuai penunjukan dari BU Niaga Migas.
  3. BU Niaga Migas dan Penyalur menjamin standar dan mutu/spesifikasi BBM, BBG, dan LPG.
  4. BU Niaga Migas dan Penyalur menjamin keakuratan alat ukur yang digunakan dalam kegiatan penyaluran BBM, BBG, dan LPG.
  5. BU Niaga Migas dan Penyalur menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penunjukan Penyalur berlaku paling lama sampai dengan berakhirnya Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi yang dimiliki BU Niaga Migas. 

Selain itu, Penyalur hanya dapat menerima penunjukan penyaluran dari 1  (satu) BU Niaga Migas untuk masing-masing jenis komoditas BBM, BBG, atau LPG. Penyalur juga  wajib menggunakan logo dan merek dagang BU Niaga Migas.

Dalam pasal 4, BU Niaga Migas wajib melaporkan penunjukan Penyalur kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Migas dan Badan Pengatur Hilir Migas.

Kegiatan Penyaluran BBM

Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa bentuk Penyalur BBM dapat berupa Agen BBM, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker dan bentuk penyalur lainnya.

Ayat 2 berbunyi, Penyalur BBM berupa agen BBM wajib memiliki sarana dan fasilitas pengangkutan untuk melakukan kegiatan penyaluran dengan transportasi darat.  Dalam ayat 3, Penyalur BBM berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan wajib memiliki sarana dan fasilitas pengisian bahan bakar.

Dalam hal  Penyalur BBM melakukan kegiatan penyaluran dengan transportasi laut, Penyalur BBM dapat menguasai sarana dan fasilitas pengangkutan.  “Terhadap sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak diperlukan Izin Usaha Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi,” bunyi Pasal 5 ayat 5.

Disebutkan dalam Pasal 6, BU-PIUNU (Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk Kegiatan Usaha Niaga Umum BBM) dalam melaksanakan penunjukan Penyalur, dilarang menunjuk Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha pengolahan minyak bumi, Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha penyimpanan BBM dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha niaga umum BBM dan kegiatan usaha niaga terbatas BBM.

Dalam pasal 7, BU-PIUNU dapat melakukan kegiatan penyaluran BBM secara langsung kepada pengguna transportasi darat paling banyak sebesar 20%  dari jumlah seluruh sarana dan fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum yang dikelola dan/atau dimilikinya.

Ketentuan paling banyak 20%  ini, diperhitungkan dari seluruh sarana dan fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum badan usaha yang menggunakan merek dagang dan/atau logo BU-PIUNU.

Terhadap sarana dan fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum yang dikelola dan/atau dimiliki BU-PIUNU dalam kegiatan penyaluran BBM yang melebihi 20%, hanya dapat dilaksanakan oleh Penyalur.  “Penyalur hanya dapat melakukan kegiatan penyaluran BBM secara langsung kepada pengguna transportasi darat melalui sarana dan fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum,” bunyi Pasal 7 ayat 4.

Diatur dalam Pasal 8,  BU-PIUNU yang mendapatkan penugasan dari Badan Pengatur (BPH Migas)  dan Penyalurnya wajib menyalurkan Jenis BBM Tertentu dan/atau Jenis BBM Khusus Penugasan kepada konsumen tertentu secara tepat sasaran dan tepat volume.

Sementara itu dalam Pasal 9, BU-PIUNU yang ditetapkan oleh Badan Pengatur  (BPH Migas) untuk melaksanakan penugasan wajib menunjuk Penyalur yang menyediakan sarana dan fasilitas di wilayah penugasan.  Ini untuk menjamin menjamin penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu dan/atau Jenis BBM Khusus Penugasan di wilayah penugasan dan untuk subsidi yang tepat volume dan tepat sasaran.

BU-PIUNU pelaksana penugasan wajib melaporkan penunjukan Penyalur kepada Menteri melalui Direktur Jenderal  Migas dan Badan Pengatur (BPH Migas).

Kegiatan Penyaluran LPG

Terkait penyaluran LPG, dalam Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa Penyalur LPG wajib memiliki sarana dan fasilitas penyimpanan (gudang) dan pengangkutan tabung LPG untuk mendukung Kegiatan Penyalurannya pada wilayah penyalurannya.

Penyalur LPG sebagaimana dimaksud pada ayat (1),  dapat melakukan kegiatanpPenyaluran untuk pengguna besar LPG, pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi, dan rumah tangga.  Dalam melakukan kegiatan penyaluran LPG untuk pengguna besar, Penyalur LPG dapat memanfaatkan dan/atau menguasai Sarana dan Fasilitas pengangkutan milik pihak lain.

Penyalur LPG yang melakukan kegiatan penyaluran LPG dalam bentuk kemasan atau curah/bulk, dapat menggunakan atau menguasai sarana dan fasilitas transportasi laut/sungai yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, Penyalur LPG wajib melaksanakan kegiatan penyaluran pada wilayah penyaluran sesuai penunjukan dari Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga LPG. Penyalur LPG dilarang melaksanakan kegiatan pengisian tabung LPG (bottling plant).

Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG dan Penyalur wajib menjamin ketepatan berat isi LPG. Terhadap sarana dan fasilitas tidak diperlukan Izin Usaha Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi serta Izin Usaha Penyimpanan Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 12  mengatur bahwa dikecualikan dari ketentuan dalam Pasal 2 ayat 2, Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan usaha niaga LPG dapat melakukan kegiatan penyaluran LPG Umum untuk Pengguna Besar LPG, pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi, dan rumah tangga secara langsung atau melalui Penyalur.

Kemudian dalam Pasal 13  ayat 1 berbunyi, pendistribusian LPG Tertentu dilaksanakan oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan usaha niaga LPG kepada pengguna LPG Tertentu untuk rumah tangga, usaha mikro, nelayan kecil yang pelaksanaannya melalui mekanisme penugasan dari Direktur Jenderal Migas atas nama Menteri ESDM.

Dalarn melaksanakan pendistribusian LPG Tertentu, Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan usaha niaga LPG, wajib melakukan kegiatan penyaluran LPG Tertentu melalui Penyalur LPG Tertentu yang ditunjuk oleh Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan usaha niaga LPG melalui seleksi.

Untuk menjamin kelancaran pendistribusian LPG Tertentu, Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan usaha niaga LPG yang mendapatkan penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu dapat menunjuk Sub Penyalur LPG Tertentu berdasarkan usulan Penyalur LPG Tertentu.

Pasal 14 berbunyi,  Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga untuk kegiatan usaha niaga LPG yang mendapatkan penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu wajib melaporkan penunjukan Penyalur kepada Direktur Jenderal Migas.

Harga Jual BB, BBG dan LPG

Dalam Pasal 15  dinyatakan bahwa Penyalur wajib menjual Jenis BBM Tertentu dan Jenis LPG Tertentu sesuai dengan harga yang ditetapkan Pemerintah.

Penyalur  jugawajib menjual BBG sesuai dengan harga yang ditetapkan Pemerintah. Penyalur wajib menjual Jenis BBM Umum dan Jenis LPG Umum sesuai dengan harga yang ditentukan oleh BU Niaga Migas.  Untuk itu, Penyalur mendapat margin, fee, insentif, atau pengurangan harga dari BU Niaga Migas.

Perlindungan Konsumen

Pasal 16  ayat 1 mengatakan,  untuk melakukan Kegiatan Penyaluran BBM, BBG dan LPG, BU Niaga Migas dan Penyalur wajib memenuhi hak konsumen dan mutu pelayanan.

Untuk memenuhi hak konsumen dan mutu pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, BU Niaga Migas dan Penyalur wajib memiliki dan menyediakan sarana pengaduan konsumen berupa PO BOX, nomor telepon atau telepon genggam, faksimili, website, email dan/atau yang mudah diketahui oleh konsumen.

Pembinaan dan Pengawasan

BU-PIUNU wajib menyampaikan laporan mengenai Kegiatan Penyaluran BBM kepada Direktur Jenderal Migas, Badan Pengatur (BPH Migas) dan Pemerintah Daerah Provinsi setiap bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

BU Niaga Migas untuk kegiatan niaga BBG dan LPG wajib menyampaikan laporan mengenai Kegiatan Penyaluran BBG dan LPG kepada Direktur Jenderal Migas setiap bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Diatur pula bahwa Direktur Jenderal Migas melakukan pembinaan dan pengawasan atas Kegiatan Usaha Niaga Umum (Wholesale) yang dilakukan oleh BU Niaga Migas dan Penyalur.

Ketentuan Lain-lain

Dalam hal terjadi gangguan distribusi Jenis BBM Tertentu, Badan Pengatur (BPH Migas) dapat melakukan tindakan tertentu (emergency response).

Apabila terjadi penyalahgunaan dalam pendistribusian Jenis BBM Tertentu oleh BU-PIUNU dan/atau Penyalur, Badan Pengatur  (BPH Migas) dapat bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia, dan/atau Pemerintah Daerah, lembaga, instansi lain, mengambil tindakan hukum yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan tertentu (emergency response) dan tindakan hukum diatur lebih lanjut oleh Badan Pengatur (BPH Migas).

Pasal 20  ayat ini mengatur bahwa  dalam hal terjadi kelangkaan BBM, BBG, dan/atau LPG yang diakibatkan adanya gangguan keamanan danfatau keadaan kahar (force majeure), Direktur Jenderal Migas dapat melakukan tindakan tertentu (emergency response) antara lain:

  1. mewajibkan BU Niaga Migas untuk memanfaatkan Sarana dan Fasilitas yang dimilikinya danfatau dikuasai termasuk Penyalurnya secara bersama dengan pihak lain;
  2. menugaskan BU Niaga Migas untuk menyediakan dan mendistribusikan BBM, BBG, dan/atau LPG untuk memenuhi kebutuhan konsumen;
  3. melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya;
  4. memprioritaskan produksi BBM, BBG, dan LPG dari hasil pengolahan kilang Minyak dan Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan BBM, BBG, dan LPG di dalam negeri.

BU Niaga Migas wajib rnemenuhi kewajiban yang diperintahkan oleh Direktur Jenderal.

Sanksi Administratif

Direktur Jenderal Migas atas nama Menteri  ESDM dapat memberikan sanksi administratif kepada BU Niaga Migas yang melakukan pelanggaran.  Sanksi administratif  tersebut berupa teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan dan atau pencabutan Izin Usaha Niaga minyak dan gas bumi.

Pasal 23  menyatakan, dalarn hal BU-PIUNU yang mendapat sanksi teguran tertulis setelah berakhir jangka waktu teguran tertulis dan tetap melakukan pengulangan pelanggaran serta belum melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan yang dikenakan dalam jangka waktu paling lama 6 bulan.

Sanksi administratif berupa pencabutan izin dikenakan kepada BU-PIUNU yang tidak melaksanakan kewajibannya sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengenaan sanksi penghentian sementara kegiatan.

Ketentuan Peralihan

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:

  1. Surat Keterangan Penyalur yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Surat Keterangan Penyalur yang bersangkutan.
  2. BU Niaga Migas yang memiliki Surat Keterangan Penyalur sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) dianggap telah melaporkan penunjukkan Penyalur kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dan Badan Pengatur (BPH Migas).
  3. Permohonan Surat Keterangan Penyalur yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tidak diproses penyelesaiannya dan BU Niaga Migas wajib mengikuti ketentuan mengenai pelaporan penunjukkan Penyalur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Ketentuan Penutup

Dalam Pasal 28, dinyatakan bahwa pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:

  1. ketentuan yang mengatur mengenai pengaturan kegiatan penyaluran LPG dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 333); b. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2011 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 201 1 Nomor 685);
  2. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2011 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1065);
  3. ketentuan yang mengatur mengenai pemberian Surat Keterangan Penyalur bagi BUMN, BUMD, atau Badan Usaha yang melaporkan penunjukan Penyalur BBG berupa CNG kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2017 tentang Percepatan Pemanfaatan Bahan Bakar Gas Untuk Transportasi Jalan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 20 17 Nomor 407), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal  diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalarn Berita Negara Republik Indonesia. (TW)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.