Acara yang diselenggarakan pada
tanggal 17-18 Februari 2015 ini diprakarsai oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Balitbang ESDM) bekerja sama
dengan Global Carbon Capture and Storage Institute (GCCSI) dan Shell Upstream
Indonesia.
International CCS Workshop melibatkan para pakar dari perwakilan institusi
terkait yaitu Kementerian ESDM, Global CCS Institute, Shell Upstream Indonesia,
ASEAN Forum Coal, CSIRO, UK Policy for CCS, perguruan tinggi dan pembicara
internasional lainnya. International CCS Workshop difokuskan pada identifikasi
pengembangan tingkat lanjut implementasi pilot
project CCS di Indonesia yang memungkinkan diterapkan di negara anggota
ASEAN lainnya secara lebih luas.
CCS adalah teknologi mitigasi perubahan iklim yang mampu mereduksi emisi CO2
dari pembakaran bahan fosil berskala besar secara signifikan. Teknologi ini
merupakan rangkaian kegiatan mulai dari menangkap CO2 (capture) dari sumber CO2
seperti fasilitas pengolahan gas alam dan pembangkit listrik, kemudian
mentransportasikannya ke lokasi penyimpanan pada formasi geologi yang sesuai
(storage).
Aplikasi teknologi CCS dalam Enhanced Oil
Recovery (EOR) merupakan strategi yang sesuai dengan karakteristik formasi
geologi di Indonesia. Banyak sumur migas tua yang dapat dimanfaatkan kembali
dengan teknologi CO2-EOR. Metode ini berbiaya rendah, di mana sumber dayanya
disuplai dari pengolahan gas alam, sementara depleted reservoir migas menjadi
tempat penyimpanan. Kesediaan Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan insentif
bagi operator migas yang mengaktifkan kembali sumur tua akan mendorong operator
terlibat aktif mengembangkan teknologi CCS, khususnya di subsektor migas.
Sampai saat ini belum ada perangkat peraturan lingkungan hidup maupun sektor
ESDM yang mengatur pelaksanaan kewajiban CCS paska pembakaran (post combution) secara spesifik,
gambaran terkait klasifikasi CO2, definisi permukaan dan bawah permukaan untuk
kegiatan CCS pada kegiatan kemigasan, khususnya terkait kegiatan EOR dan penyimpanannya
dalam formasi geologi serta CCS untuk kegiatan pengolahan migas atau kegiatan
pengembangan energi lainnya.
Di sisi lain, kegiatan CCS membutuhkan kebijakan dan peraturan terkait
pihak penanggung jawab pengelolaan CO2 untuk jangka panjang, serta pola
koordinasi perlindungan lingkungan hidup termasuk penilaian dampak, penerimaan
dan partisipasi masyarakat, transportasi, kesehatan dan keselamatan serta
kebijakan fiskal dan investasi.
Forum ini diharapkan dapat merumuskan solusi berupa:
- Keberpihakan pemerintah dalam bentuk regulasi, kebijakan fiskal dan insentif pendukungnya yang dapat mengakselerasi pemanfaatan teknologi CO2 untuk EOR sebagai bagian dari implementasi CCS;
- Evaluasi regulasi terkait CCS dan operasional teknologi CO2-EOR serta pengembangannya (regulasi pemanfaatan lahan, perijinan, kehutanan, lingkungan, credit investment, perpajakan).
- Kepastian hukum dan kebijakan yang tepat akan meningkatkan kondisi investasi yang positif.
Balitbang
ESDM telah melaksanakan penelitian dan pengembangan CCS. Studi pertama tentang
identifikasi perangkat peraturan dilaksanakan PPPTMGB “LEMIGAS†(2010). Studi
kedua tentang penentuan potensi CCS di Asia Tenggara: Studi Kasus Indonesia
dilaksanakan atas kerja sama antara BAPPENAS, PPPTMGB “LEMIGASâ€, PERTAMINA,
ADB, dan GCCSI (2012).
Rangkaian studi ini mengidentifikasi teknologi prioritas dan situs proyek
percontohan CCS dengan ulasan teknis, geologi, fiskal, peraturan dan kebijakan
serta masalah penerimaan publik pada CCS di Indonesia. Pengembangan roadmap
ditindaklanjuti dengan pilot CCS di Indonesia yang memiliki basic knowledge
untuk demonstrasi dan skala komersial di Sumatera Selatan berdasarkan
rekomendasi dari penelitian Kelompok Kerja CCS Indonesia pada tahun 2009. (TW)