Mengenal Proses Ratifikasi Perjanjian Internasional

Jakarta, Mengapa suatu perjanjian internasional harus diratifikasi? UUD 1945 Pasal 11 Ayat 1 menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain. Perihal perjanjian dengan negara lain atau perjanjian internasional kemudian lebih lanjut diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2000.

Sesuai UU Nomor 24 Tahun 2000, Perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa kata ratifikasi memiliki arti pengesahan suatu dokumen negara oleh parlemen, khususnya pengesahaan UU, perjanjian antar negara, dan persetujuan hukum internasional.

Indonesia dalam hubungannya dengan negara lain, sering kali terikat dalam suatu perjanjian di berbagai bidang termasuk perdagangan yang didalamnya mencakup kerja sama perdagangan barang dan jasa sektor energi. Perjanjian internasional dalam lingkup kerja sama dilakukan oleh Indonesia baik secara bilateral, regional maupun multilateral.

Pada awal tahun 2019 sebagai contoh, Indonesia sedang mempersiapkan proses ratifikasi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) Paket 10. Setelah ditandatangani pada 11 November 2018, negara-negara ASEAN termasuk Indonesia segera melakukan proses ratifikasi AFAS Paket 10. Kementerian Perdagangan selaku focal point kerja sama ini menyatakan bahwa tujuan ratifikasi AFAS Paket 10 adalah memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan komitmen AFAS 10. 

Sesuai UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 84, setiap perjanjian perdagangan internasional disampaikan kepada Dewan Perwakilan (DPR) rakyat paling lama 90 (Sembilan puluh) hari kerja setelah penandatanganan perjanjian. Suatu perjanjian internasional yang akan diratifikasi harus dilengkapi dengan beberapa dokumen diantaranya adalah permohonan pengesahan ke Presiden RI melalui Menteri Luar Negeri, naskah urgensi pengesahan, naskah terjemahan perjanjian tersebut, naskah akademik pengesahan dan Rancangan Peraturan Presiden atau rancangan UU tentang pengesahan.

Ratifikasi suatu perjanjian internasional dapat dilakukan dengan UU atau Keputusan Presiden. Dalam proses ratifikasi, DPR melakukan tinjauan utamanya sisi manfaat dari perjanjian internasional tersebut. (AS)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.