Jakarta, Dalam rangka transparansi dan mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) tentang Standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di sektor ESDM, khususnya subsektor minyak dan gas bumi (migas) yang merupakan regulasi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR), Ditjen Migas menyelenggarakan Forum Konsultasi Publik (FKP) “Rancangan Permen ESDM PBBR Sektor ESDM Subsektor Migas” dengan mengundang perwakilan stakeholder migas secara hybrid, Senin (22/9).
Kepala Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Mustafid Gunawan dalam sambutannya saat membuka kegiatan FKP tersebut memaparkan bahwa FKP ini menjadi bagian penting dari upaya kita bersama dalam mengimplementasikan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR) sebagai langkah strategis reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan perizinan yang transparan dan akuntabel. Dengan adanya standar kegiatan usaha yang jelas, kita berharap dapat meningkatkan kemudahan berusaha sekaligus menjaga kepatuhan terhadap regulasi di subsektor migas.
“Dengan ditetapkannya PP Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat dalam mengatur tata kelola perizinan berusaha yang tidak hanya mengutamakan kemudahan dan kepastian hukum, tetapi juga menekankan pengelolaan risiko dalam seluruh kegiatan usaha,” papar Mustafid.
Rancangan Permen yang disusun saat ini merupakan revisi dari Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral. Sebelumnya, pada PP Nomor 5 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2021 Ditjen Migas memiliki 5 Perizinan Berusaha (PB) dan 33 Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU).
“Dengan terbitnya PP Nomor 28 Tahun 2025 Ditjen Migas mengalami perubahan jumlah Perizinan Berusaha menjadi 15 PB dan 3 PB UMKU. Perubahan ini diharapkan makin memberikan kepastian dan kemudahan Penerbitan Perizinan bagi pelaku usaha, serta meningkatkan iklim investasi di Indonesia,” tambah Mustafid.
Direktur Pelayanan Perizinan Berusaha Sektor Non Industri Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Rahardjo Siswohartono saat memberikan paparan pada sesi diskusi mengatakan bahwa sebagaimana yang kita ketahui dalam RPJMN 2025-2029, deregulasi perizinan merupakan salah satu strategi yang nantinya akan digunakan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% di tahun 2029.
“Oleh sebab itu, upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi melalui deregulasi perizinan itu salah satunya adalah dengan merevisi PP Nomor 5 Tahun 2021 menjadi PP Nomor 28 Tahun 2025. Inti dari revisinya adalah bagaimana Pemerintah menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, memberikan kepastian usaha dan juga transparan,” pungkas Rahardjo.
Sebagai upaya menjaring masukan untuk perbaikan layanan publik khususnya terkait layanan perizinan yang ada di Ditjen Migas, pada sesi diskusi yang dimoderatori oleh Penata Perizinan Ahli Madya Agustiawan, perwakilan masing-masing direktorat juga memberikan paparan terkait penjelasan detail masing-masing layanan perizinan. Paparan terkait Layanan Perizinan Direktorat Pembinaan Program oleh Subkoordinator Pengembangan Investasi Usaha Hulu Migas Arifandy Setiawan, Layanan Perizinan Direktorat Pembinaan Usaha Hulu Migas oleh Koordinator Pengembangan Wilayah Kerja Migas Konvensional Ivan dan Koordinator Pengembangan Wilayah Kerja Migas Non Konvensional Dwi Adi Nugroho, Layanan Perizinan Direktorat Pembinaan Usaha Hilir Migas oleh Subkoordinator Pelayanan Kegiatan Usaha Hilir Gas Bumi Edward Gorasinatra, serta Layanan Perizinan Direktorat Teknik dan Lingkungan Migas oleh Subkoordinator Usaha Penunjang Hulu Migas Jihad Oktova Arief Rahmawan dan Subkoordinator Keselamatan Instalasi Hilir Migas Muchamad Bharata Purnama Putra.
Melalui kegiatan FKP ini diharapkan dapat memperoleh masukan, antara lain untuk menyelaraskan kemampuan penyelenggara layanan dengan harapan publik, atau meminimalisir dampak kebijakan yang merugikan publik; memperoleh masukan dari publik terkait kebijakan (mulai dari perumusan sampai dampak); dan memperoleh pengetahuan terkait berbagai kebijakan yang akan mengimplementasikan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR) sebagai langkah strategis Reformasi Birokrasi dan peningkatan pelayanan publik.
"Besar harapan saya dapat mengajak seluruh peserta untuk berkontribusi secara aktif dengan memberikan masukan yang konstruktif demi menghasilkan regulasi yang efektif, responsif dan mendukung kemajuan sektor energi nasional," pungkas Mustafid. (KDB)