Jakarta — Sebagai bagian dari langkah pemerintah menuju net zero emission tahun 2060, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) berpartisipasi dalam International & Indonesia CCS Forum (IICCS) 2025 untuk memperkuat tata kelola dan mendorong percepatan penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) di Indonesia bertempat di Hotel Mulia, Selasa (7/10).
Setelah keberhasilan penyelenggaraan di tahun 2024, International & Indonesia CCS Forum (IICCS) 2025 kembali digelar sebagai wadah strategis untuk membahas kebijakan, ekosistem dekarbonisasi, serta kolaborasi internasional dalam mendukung pencapaian target net zero emission nasional.
Pada Plenary Session 1: Strengthening Governance For Effective CCS Deployment, dalam paparannya, Direktur Jenderal Migas dalam hal ini diwakili oleh Noor Arifin Muhammad selaku Direktur Teknik dan Lingkungan Migas menyampaikan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai regulasi yang menjadi fondasi penting penerapan CCS di Indonesia.
Selain Indonesia, Plenary Session 1 tersebut yang dipandu oleh Samuel Low selaku Head of Consulting APAC Rystad Energy, juga menghadirkan narasumber dari berbagai negara, yaitu Wakuda Hajime selaku Director-General of Natural Resources and Fuel Department, Ministry of Economy, Trade, and Industry (METI) Jepang, Keith Tan selaku Deputy Secretary of the Ministry of Trade and Industry (MTI) Singapore, dan Simon Moreau selaku Second Secretary/Trade Commissioner, Sector-Green Energy and Clean Technology, Kedutaan Besar Kanada di Indonesia.
“Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 untuk kegiatan CCS di wilayah kerja migas, disusul Peraturan Presiden Tahun 2024 yang membuka peluang pelaksanaan CCS di luar wilayah kerja dan terbuka untuk kegiatan CCS lintas batas. Selain itu, telah diterbitkan juga Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2024 yang mengatur tahapan implementasi kegiatan penyimpanan karbon, mulai dari penyiapan dan penawaran Wilayah Izin Penyimpanan Karbon (WIPK), mekanisme izin ekplorasi zona target injeksi, izin operasi penyimpanan dan juga yang tidak kalah penting adalah penutupan dan monitoring CCS,” jelas Noor.
Noor menambahkan bahwa penguatan regulasi tersebut menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam mendorong CCS sebagai solusi pengurangan emisi di sektor energi dan industri.
“Regulasi yang jelas dan transparan menjadi kunci utama agar pelaku usaha dapat berinvestasi dan menjalankan proyek CCS secara efektif di Indonesia,” tambah Noor.
Pada kesempatan yang sama, Farah Heliantina selaku Asisten Deputi Bidang Akselerasi Transisi Energi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menegaskan pentingnya koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam memperkuat tata kelola CCS di Indonesia.
Dengan kolaborasi antar lembaga pemerintah, dukungan kebijakan yang kuat, serta keterlibatan sektor industri dan akademisi, Indonesia diharapkan mampu menjadi salah satu pusat pengembangan CCS. Implementasi CCS bukan hanya langkah untuk mendukung dekarbonisasi, tetapi juga bagian penting dari upaya memperkuat ketahanan energi nasional dan menjaga keberlanjutan ekonomi. (FA)