Jakarta — Dalam upaya memperkuat literasi dan peran pemuda dalam menjaga kedaulatan energi nasional, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menggelar Simposium Migas yang bertemakan “Kedaulatan Energi di Tangan Anak Bangsa: Peran Pemuda dalam Pengawasan Tata Kelola Migas” bertempat di Sekretariat PB HMI, Jumat (10/10).
Kegiatan ini dihadiri oleh Laode Sulaeman selaku Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), Bisman Bakhtiar selaku Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), serta pengurus PB HMI dari berbagai daerah.
Dalam sambutannya, Laode Sulaeman menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan generasi muda dalam memperkuat tata kelola migas yang transparan dan berpihak pada rakyat.
“Tanpa keterlibatan pemuda, kebijakan pemerintah tidak akan berjalan optimal. Pemuda harus menjadi agen perubahan, agen kritik sosial, sekaligus agen pembangunan untuk memastikan pengelolaan migas benar-benar membawa manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat,” ujar Laode.
Laode juga menjelaskan secara komprehensif mengenai struktur industri migas dari hulu hingga hilir, serta bagaimana kompleksitas rantai bisnis ini menuntut tata kelola yang kuat dan investasi besar. Ia menegaskan bahwa seluruh proses mulai dari eksplorasi hingga distribusi energi ke masyarakat menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM.
“Tugas kami memastikan migas bisa diakses secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari nelayan, petani, hingga pelaku industri,” tambah Laode.
Pada kesempatan yang sama, Bisman Bakhtiar dalam paparannya menguraikan tantangan strategis tata kelola migas nasional dari sisi regulasi dan kedaulatan negara. Ia menyoroti pentingnya penyelesaian revisi Undang-Undang migas agar negara memiliki kewenangan penuh dalam mengatur dan mengawasi pengelolaan sumber daya energi.
“Kedaulatan energi berarti penguasaan negara terhadap pengaturan, pengurusan, dan pengawasan sumber daya migas. Bukan anti investasi asing, tetapi memastikan kepentingan nasional tetap menjadi prioritas,” ujar Bisman.
Bisman juga menekankan pentingnya peran pemuda dalam memperkuat kapasitas literasi energi melalui kajian, diskusi, dan advokasi publik, sehingga isu-isu strategis di sektor migas tidak hanya dipahami oleh kalangan ahli, tetapi juga dapat dimengerti dan diawasi oleh masyarakat secara luas.
“Jika pemuda tidak memiliki pemahaman yang cukup terkait persoalan energi dan tidak berani menyampaikan pandangannya maka kontribusi mereka dalam menjaga kedaulatan energi akan kehilangan makna,” tambah Bisman.
Selain dua narasumber utama, sejumlah peserta turut menyampaikan pandangan dan masukan terkait peningkatan efektivitas pengelolaan energi di daerah serta penguatan kapasitas generasi muda melalui inisiatif seperti pembentukan “Sekolah Energi” sebagai sarana membangun kapasitas pemuda dalam mendukung transisi energi yang berkelanjutan.
Menutup sesi diskusi, Laode Sulaeman kembali menegaskan komitmen pemerintah untuk membuka ruang kolaborasi dengan organisasi kepemudaan.
“Kami siap berkolaborasi. Pemuda tidak boleh hanya jadi penonton, tapi ikut menjadi bagian dari solusi,” tutup Laode.
Melalui simposium migas ini, Ditjen Migas berharap semangat kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan pemuda dapat memperkuat kedaulatan energi yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan bangsa. (FA)