Dengan Skema Gross Split, KKKS Dapat Lakukan Sistem Pengadaan Sendiri

Jakarta, Pemerintah terus mengupayakan agar industri migas di Indonesia lebih atraktif, salah satunya dengan kontrak bagi hasil berdasarkan skema gross split. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam acara Economic Challenges Special Energy Outlook Series di Energy Building, Jakarta, Jumat (24/3), mengatakan, skema gross split mendorong entrepreneurship atau kewirausahaan. KKKS dapat melakukan sistem pengadaaan sendiri, tidak diatur oleh Pemerintah.

“Semua kontraktor migas itu bisa melakukan sistem pengadaaan sendiri yang tidak ikut diatur oleh Pemerintah. Jadi silahkan saja, saya yakin akan mempercepat proses,” kata Jonan.

Sebagai contoh, dengan skema bagi hasil cost recovery, maka setiap pengadaan harus mendapat izin dari SKK Migas yang tentunya juga memerlukan waktu hingga akhirnya menjadi tidak efisien. " Istilahnya begini, mau pengadaan oil tangki minta izin Pak Amien (Kepala SKK Migas), nunggu. Nanti Pak Amiennya pergi, nunggu. Padahal barangnya sudah diajukan KKKS. Saya yakin prosesnya lama sekali," tambah Jonan.

Manfaat skema gross split lainnya, Pemerintah mendorong semua KKKS yang akan mendapat konsensi merupakan wilayah kerja KKKS yang paling efisien. Tidak ada lagi bagi-bagi konsesi.

Dalam kesempatan tersebut, Jonan kembali menegaskan bahwa untuk kontrak yang wilayah kerjanya sudah habis, maka kontrak kerja sama yang baru harus menggunakan gross split.

Mengenai adanya pandangan beberapa pihak bahwa Pertamina pasti menginginkan blok yang kontraknya berakhir, menurut Jonan, belum tentu demikian. Banyak juga KKKS lain yang berminat dan ada beberapa yang mulai berdiskusi apabila berganti skema dari sistem bagi hasil cost recovery dengan sistem gross split.

Penggunaan kontrak bagi hasil gross split ditetapkan Pemerintah dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Penetapan ini dengan pertimbangan bahwa dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas berdasarkan kontrak bagi hasil yang berorientasi pada peningkatan efisiensi dan efektivitas pola bagi hasil produksi migas, perlu diatur bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok bagi hasil tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

Kontrak bagi hasil gross split adalah suatu kontrak bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu migas berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

Kontrak gross split menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif. Base split untuk minyak adalah 57% bagian negara dan 43% bagian KKKS. Sedangkan gas, 52% bagian negara dan 48% untuk KKKS.

Dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan tidak mencapai keekonomian, Menteri ESDM dapat memberikan tambahan persentase paling banyak 5% kepada KKKS. Sebaliknya, apabila perhitungan komersialisasi lapangan melebihi keekonomian tertentu, Menteri ESDM dapat menetapkan tambahan persentase bagi hasil paling banyak 5% untuk negara dari KKKS.

KKKS pertama yang telah melaksanakan skema baru tersebut adalah Pertamina Hulu Energi (PHE) untuk Blok ONWJ. (DK/TW)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.