Subsidi yang telah terpakai tersebut, menurut Dirjen Migas
Departemen ESDM Luluk Sumiarso dalam jumpa pers di Depkominfo, Jumat (25/4),
terdiri dari subsidi untuk premium sebesar Rp 11,75 triliun, kerosene (minyak
tanah) Rp 12,13 triliun dan solar Rp 9,7 triliun.
Dikatakan, jika tidak dilakukan penghematan maka besaran
subsidi akan semakin membengkak. Di satu sisi, volume BBM bersubsidi dibatasi
oleh DPR, di sisi lain penggunaannya tidak dibatasi.
“Ini kan tidak benar. Makanya harus
dikendalikan. Jangan sampai barang bersubsidi dipakai semaunya,†ujar Luluk.
Penghematan BBM merupakan bagian dari upaya pemerintah
mengamankan APBN, selain menjaga lifting minyak agar memenuhi target, merasionalisasi
alpha dan menaikkan harga BBM. Namun menaikkan BBM merupakan opsi terakhir jika
langkah-langkah lainnya tidak berhasil dilakukan.
Dalam kesempatan tersebut, narasumber lain seperti
pengamat ekonomi Aviliani dan Kurtubi meminta pemerintah membuka kemungkinan
menaikkan harga BBM. Menurut Aviliani, kenaikan harga BBM secara bertahap lebih
baik ketimbang menjadi bom waktu di 2009 mendatang karena inflasinya tidak
begitu besar.
Sementara anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio
mengemukakan, program kartu kendali untuk minyak tanah yang telah dilaksanakan
di Jawa Tengah, telah mulai menunjukkan hasil. Sedangkan program smart card
untuk premium dan solar, telah dilakukan kajian yang komprehensif dan tinggal
menunggu sinyal pemerintah untuk pelaksanaannya.