Wakil
Menteri ESDM Susilo Siswoutomo di Hotel Four Season, Rabu (12/2), memaparkan,
dari 825.000 barel per hari minyak yang diproduksi, hanya sekitar 625.000
barel saja yang dapat diolah oleh kilang dalam negeri karena berbagai sebab
seperti perbedaan spesifikasi. Di sisi lain, kapasitas kilang yang mayoritas
dimiliki Pertamina, mencapai 1 juta barel. Untuk memenuhi kekurangan minyak
yang akan diolah di kilang itu, dilakukan impor minyak mentah sekitar
350.000-400.000 barel per hari atau sekitar US$ 35-40 juta.
"Dari minyak produksi dalam negeri dan impor, kita bisa memperoleh BBM
sebanyak 1 juta barel per hari. Untuk memenuhi kekurangan lainnya,
terpaksa impor BBM sebanyak 400.000-500.000 barel per hari. Jika dikalikan US$
120 per barel, maka uang untuk impor BBM per harinya sekitar US$ 60 juta. Jadi
total uang yang dikeluarkan per hari untuk impor minyak dan BBM berkisar US$
100-120 juta," jelas Wamen.
Jumlah dana untuk mengimpor minyak dan BBM ini, lanjut Susilo, setiap tahun
bertambah seiring meningkatnya kebutuhan BBM sebagai dampak pertumbuhan
ekonomi. Tahun 2020, jika situasi masih seperti sekarang ini, impor BBM
diperkirakan mencapai 1,2 juta barel per hari.
"Ini yang menjadi tantangan kita dan saat ini kita betul-betul mencari
cara untuk mengurangi ketergantungan impor BBM," tambahnya.
Sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan subsidi BBM, antara lain
mandatori BBN ke BBM dan konversi BBM ke bahan bakar gas. Agar kebijakan ini
berjalan lancar, pemerintah telah menyiapkan peta jalan (road map).
Upaya lainnya adalah mempermudah perizinan agar investor tertarik mengembangkan
energi baru terbarukan sebagai pengganti BBM serta menjalin hubungan yang baik
dengan pemerintah daerah sehingga pengawasan pendistribusian BBM dapat
berjalan sebagaimana mestinya. (TW)