Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Suyartono, Kamis
(15/5), disela-sela penyerahan SK Kenaikan Pangkat di Gedung Migas,
mengemukakan, Inspektur Migas telah dua kali datang ke lokasi untuk menyelidiki apakah
semburan itu berasal dari gas rawa (organik), batu bara atau sumur Pertamina.
Suyartono menegaskan, masalah ini harus dituntaskan agar
tidak membingungkan dan membahayakan masyarakat sekitar lokasi kejadian. Untuk
meminimalisir korban, di sekitar lokasi dipasang pita pengaman sampai radius 5
meter.
“Kami juga mengingatkan kepala teknik terkait agar
prinsip-prinsip geologi harus dipahami benar agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan,†katanya.
Semburan gas di Kecamatan Karangampel, Indramayu,
berlangsung sejak April 2008. Gas muncul di sawah penduduk berupa titik-titik
hembusan gas berukuran kecil sampai berdiameter 20 cm yang berjumlah ribuan
titik bertekanan lemah.
Dari hasil penyelidikan sementara, ditinjau dari
tekanan hembusan yang rendah serta terdeteksinya gas-gas H2S, CO dan CO2, kemungkinan
hembusan berasal dari lapisan bebatuan yang dangkal dan bukan hasil pemboran
dalam. Kecil kemungkinan berasal dari kebocoran pemboran Pertamina JBT 175.
Sedangkan semburan di sumur gas Merbau milik Pertamina di
Muaraenim, Sumatera Selatan, mencapai ketinggian 5 meter dengan radius genangan
25 meter.
“Diduga, semburan berasal dari bekas sumur yang sudah
dibor sebelumnya dan telah ditutup. Mungkin adukan semen untuk menutup sumur
itu ada yang retak,†ujar Suyartono.